Tuesday, January 10, 2012

Do You Believe in Love at First Sight?

Tea For TwoTea For Two by Clara Ng
My rating: 2 of 5 stars

Semua dongeng ala H.C. Andersen yang kita telan mentah-mentah waktu kecil telah meracuni pikiran kita bahwa pernikahan antara dua tokoh utama, seperti Pangeran Tampan dan Cinderella misalnya, adalah akhir yang bahagia dari sebuah cerita... And they live happily for ever after... The End.

Are you kidding?


Apa iya cinta pada pandangan pertama, hanya dengan melihat penampilan fisik, sudah cukup untuk sebuah pernikahan?

Pangeran jatuh cinta pada Upik Abu yang kelihatan glamour karena special effect tanpa tahu sifat aslinya seperti apa. Untung saja Cinderella gadis yang baik hati, tidak sombong, dan pandai menabung... kalau ternyata psikopat maniak gimana...?

Sebaliknya, Cinderella juga begitu berharap dapat pergi ke pesta dansa untuk bertemu, berdansa, dan jatuh cinta dengan sang Pangeran. Padahal seperti apa sifat Pangeran itu sebenarnya, mana dia tahu? Dansa sebentar tak cukup untuk mengenal karakter seseorang.

Bagaimana kalau Pangeran yang tampak luar kelihatan tampan, tampak samping kelihatan baik hati, dan tampak atas kelihatan bijaksana itu ternyata... pelaku KDRT? Who knows?

Nggak kebayang deh, kalau di balik kalimat they live happily for ever after itu ternyata Cinderella mengalami hal yang lebih buruk daripada yang didapatnya dari ibu tiri dan kedua saudari tirinya. Seperti keluar dari mulut harimau masuk ke mulut hiu... dan pembaca/pendengar dongeng takkan pernah tahu kebenarannya...
(Jadi dapat ide buat parodi tragedi dongeng ala The Book of Lost Thing, nih...)

Bedanya dengan kisah Cinderella di atas, di Tea For Two, adegan KDRT sudah disajikan dari awal, baru flashback deh. Jadi pembaca sudah tahu takkan mendapat cerita roman ala Harlequin.

So... apakah tidak cukup tes kesehatan fisik untuk pasangan yang akan menikah? Apakah perlu ditambah psikotest juga?




View all my reviews

No comments:

Post a Comment