Saturday, August 11, 2012

Less Than Twenty Five Years Ago

Imperial BedroomsImperial Bedrooms by Bret Easton Ellis
My rating: 3 of 5 stars


Mengambil setting dua puluh lima tahun setelah Less Than Zero, di novel ini para remaja Beverly Hills yang hidup tanpa tanggung jawab telah tumbuh dewasa dan yah... hidup mereka mengalami peningkatan (atau penurunan?) dari masa mudanya.

Julian, yang tentunya tidak mati OD seperti di filmnya, sudah alih profesi dari gigolo menjadi germo. Escort service-nya terdiri dari para calon aktor dan aktris yang banyak luntang-lantung di Beverly Hills sambil mencari kesempatan untuk mendapatkan audisi dan ketenaran yang mereka dambakan. Blair, mantan pacar Clay, menikah dengan Trent, si mantan model yang kini jadi manajer artis di Hollywood. Rip, pemasok narkoba yang gemar menyekap gadis di bawah umur di apartemennya, jadi semacam kingpin. Dan Clay...

Selain telah menjadi penulis yang naskah-naskahnya telah diangkat jadi film, Clay masih tetap useless jerk seperti waktu remaja, mungkin lebih parah. Lupakan tokoh Clay yang diperankan Andrew McCarthy, pemuda sok suci yang berusaha menolong sahabatnya yang tenggelam dalam kenistaan narkoba dan prostitusi. Clay si penulis naskah tipe orang yang memanfaatkan posisinya untuk menjebak aktris yang menginginkan peran dalam film yang ditulisnya, ke dalam pelukan dan ranjangnya. Hidupnya mulai rumit waktu ia terobsesi pada aktris muda bernama Rain Turner. Aktris yang bersedia melakukan apa saja buatnya demi mendapat sedikit dialog itu ternyata punya hubungan dengan beberapa teman lamanya. Rain rupanya salah satu pelacur (plus kekasih Julian), pernah berhubungan dengan Trent, dan guess what, Rip juga terobsesi dengannya hingga ingin menyingkirkan Julian yang menjadi penghalang. Lupakan Clay yang diperankan Andrew McCarthy, karena ketimbang menyelamatkan Julian, di novel ini ia malah bekerja sama dengan Rip untuk membunuh Julian. Sepertinya Julian lebih baik mati OD saja waktu masih remaja, daripada mati dengan 159 luka tusukan dari 3 pisau yang berbeda waktu sudah separo baya...

Ya, Clay, si "aku" dalam novel Ellis ini, bukanlah tokoh utama yang manis. Tidak selugu dan sebaik yang digambarkan versi film Less Than Zero. Bahkan Clay versi novel Less Than Zero pun rasanya masih lebih mending daripada Clay versi terkini yang kalau toh dibunuh tanpa kubur pun kita takkan jatuh simpati.

Novel ini dibuka dengan cara yang unik. Tokoh Clay mengeluhkan novel Less Than Zero, karena meski pengarangnya menyebutnya fiksi dan mengubah beberapa detail, tapi nama-namanya tidak diubah, sehingga novel itu membongkar kehidupan pribadinya dan teman-temannya. Tokoh Clay juga mengeluhkan versi film Less Than Zero, yang ditontonnya bersama Trent dan Julian di bioskop. Jelas Ellis menyelipkan pendapat pribadinya di sini:

"The movie was very different from the book in that there was nothing from the book in the movie. The book was blunt and had an honesty about it, whereas the movie was just a beautiful lie. In the movie I was played by an actor who actually looked more like me than the character the author portrayed in the book. I also suddenly became the movie's moral compass, spouting AA jargon, castigating everyone's drug use and trying to save Julian. Julian became the sentimentalized version of himself, acted by a talented, sad-faced clown..."

Hm, seandainya tokoh Julian tidak dibikin mati OD (untuk mengingatkan penonton akan bahaya narkoba?) di versi filmnya, akan adakah film Imperial Bedrooms, dengan Robert Downey Jr kembali memerankan tokoh yang sama, hanya saja di sini kematiannya lebih mengesankan? Um... 159 lubang tikaman di tempat yang tidak mematikan sehingga mati kehabisan darah... A cool way to die for Tony Stark and Sherlock Holmes!

View all my reviews

Sunday, August 5, 2012

To Cure Mr. Darcy

Pride and Prejudice and Zombies: Dreadfully Ever AfterPride and Prejudice and Zombies: Dreadfully Ever After by Steve Hockensmith
My rating: 3 of 5 stars


What's in your head,
In your head,
Zombie, zombie, zombie?
- The Cranberries -

This is a story of Mr. Darcy and Lizzy, again!

Sebagian fans Pride and Prejudice menganggap perlu ada lanjutan kisah cinta antara Mr. Fitzwilliam Darcy dan Elizabeth Bennet, sehingga muncul ribuan fanfic dengan berbagai versi, sebagian malah sudah diterbitkan secara resmi. Tapi, apakah novel parodi Pride and Prejudice and Zombies perlu ada sekuelnya? Yah, sepertinya penerbitnya menganggap perlu (sangat mungkin karena faktor bestseller PPZ) untuk menerbitkan sekuel (dan prekuel), meskipun yang menulis ceritanya tidak lagi Seth Grahame-Smith melainkan Steve Hockensmith.

Novel Dreadfully Ever After mengambil setting empat tahun setelah Mr. Darcy dan Lizzy menikah di akhir novel PPZ, dan diawali dengan kejadian mengejutkan: Mr. Darcy, the Great Zombie Slayer, tergigit oleh satu zombie cilik karena kelengahannya!

Menurut primbon perzombian, pertolongan pertama yang harus dilakukan kalau kita kena gigit zombie adalah seperti ini:


Yap, amputasi bagian yang terinfeksi sebelum virus menyebar. Tapi karena Mr. Darcy kena gigit di leher... well... Kalau Lizzy tega memenggal leher suaminya, cerita tentu langsung berakhir di sana. Maka, tema utama novel ini adalah bagaimana cara menyembuhkan Mr. Darcy dari zombimisasi. Demi Mr. Darcy, Lizzy menelan harga diri dan meminta bantuan dari si Tante Lampir, Lady Catherine the Great, yang pernah sukses memperlambat proses zombimisasi Charlotte di PPZ. Tapi memperlambat saja tentu percuma, maka Lizzy pun berkelana ke London untuk mendapatkan vaksin zombie yang sedang dikembangkan.

Membaca novel ini, minimal kita jadi tahu:

1. Bagaimana rasanya kalau kita secara perlahan-lahan berubah dari manusia biasa menjadi zombie. Salah satunya, kita akan selalu merasa lapar. Selama beberapa hari pertama, Mr. Darcy bermimpi jadi serigala
yang memakan manusia hidup-hidup, atau manusia yang memakan serigala hidup-hidup, atau manusia yang memakan... you get the point-lah.

2. Balap Zombie diadakan di Ascot. Supaya mereka mau balapan, seorang Irlandia diumpankan dan harus lari di depan zombie balap sampai garis finish. Tapi bisa saja ada zombie yang tidak fokus, dan lebih tertarik menyerang penonton di balik pagar lintasan.


3. Zombie adalah unmentionables. Jadi kita tidak boleh menyebutnya zombie. Untuk kesopanan, kita dapat menyebutnya Zed-word, atau Zed-dash-dash-dash-dash-dash.

4. Raja Inggris juga bisa terinfeksi zombie. itu sebabnya pengembangan vaksin zombie dilakukan.

For your consideration:



View all my reviews

Saturday, August 4, 2012

It Only Looks Like The Good Life

Less Than ZeroLess Than Zero by Bret Easton Ellis
My rating: 3 of 5 stars

Begitulah tagline versi filmnya yang rilis tahun 1987, dengan tokoh utama dibintangi oleh Andrew McCarthy, Jamie Gertz, dan Robert Downey Jr. Katanya sih, Brad Pitt juga muncul sebagai figuran, tapi jelas waktu aku menonton DVD-nya, aku terlalu depresi untuk bisa mengenali Brad Pitt yang masih culun di antara sekian banyak figuran yang ada.



Depresi? Ya. Aku menonton film ini karena ingin melihat akting RDJ di awal karirnya. Tapi tema drug user/drug addict yang hidupnya hancur tak terkendali memang kurang nyaman bagiku, meskipun diperankan dengan sangat bagus dan meyakinkan oleh RDJ. Memperhatikan sejarah hidupnya, kemungkinan besar RDJ sangat menjiwai peran di film ini karena tidak ada bedanya dengan kehidupan pribadinya di dunia nyata. Bagaimana lagi, kalau sudah memakai mariyuana di usia 6 tahun, dengan perkenan ayahnya yang juga drug addict? Untunglah RDJ akhirnya berhasil menata hidupnya setelah rehabilitasi, sehingga kita bisa menikmati akting totalnya di beberapa film funtastic beberapa tahun belakangan ini.

Meski sudah tahu tema filmnya yang kurang sreg buatku, aku tetap membaca buku ini karena satu alasan. Bukan, bukan karena buku ini salah satu dari 1001 Books You Must Read Before You Die, tapi simply karena aku punya buku Bret Easton Ellis berjudul Imperial Bedroom yang kubeli waktu obralan Periplus Juni kemarin, dengan label harga cuma 15 ribu sebelum kena diskon lagi (boasting.com). Ternyata buku itu sekuel dari Less Than Zero dengan setting belasan tahun kemudian, jadi sebelum bisa kubaca terpaksa harus baca prekuelnya dulu deh. Untung sudah punya ebook-nya.

Lantas, bagaimana kesesuaian antara film dan bukunya?

Jawabannya jelas: beda. Versi filmnya boleh dibilang adaptasi bebas dari novelnya, yang merupakan novel perdana Ellis. Saking bebas adaptasinya, Ellis sendiri sampai menolak menonton filmnya, dan menyatakan tak ada hubungan antara film dan bukunya, kecuali judul dan nama-nama karakternya.

Dalam versi buku, tokoh "aku" alias Clay yang kuliah di Camden College, New Hampshire, pulang kampung ke Los Angeles untuk liburan natal. Ia reuni dengan teman-teman SMA-nya, termasuk mantan pacarnya, Blair, dan langsung terlibat dalam pesta-pesta kalangan atas yang liar. Ia menjadi saksi (atau pelaku juga?) dekadensi moral di pesta-pesta yang tak lepas dari seks bebas dan narkoba. Dalam versi buku, tokoh Julian yang diperankan RDJ hanya muncul sebentar di bagian akhir buku, berbeda dengan versi film di mana Julian muncul dari awal sampai akhir. Tapi meskipun cuma sebentar, cukup untuk Clay dan kita untuk mengetahui seberapa parahnya Julian sebagai pecandu, sehingga untuk membayar utang narkobanya yang menggunung Julian terjebak dalam prostitusi, yang spesial melayani eksekutif laki-laki paro baya. Clay bahkan ikut menyaksikan adegan Julian melayani pelanggan di sebuah kamar hotel (ugh!). Selain itu, Clay juga menjadi saksi bagaimana mantan teman-teman SMA-nya yang lain bergiliran memerkosa gadis 12 tahun yang disekap dalam keadaan terpengaruh narkoba di apartemen salah satu temannya (double ugh!). Yang menyebalkan dari dua kejadian itu, well, Clay tidak berbuat apa-apa, dan hanya menyingkir. Yang penting tidak terlibat. Huh. Dalam kehidupan nyata, memang jarang yang namanya pahlawan kesiangan.

Versi film berfokus pada kehancuran hidup Julian, dan usaha Clay untuk membebaskan sahabatnya itu dari jeratan narkoba dan prostitusi. Film berakhir dengan kematian Julian.

Membaca cover belakang Imperial Bedroom, jelas Julian masih hidup belasan tahun kemudian, dan sudah recover dari kecanduan narkobanya. Mengingat bukunya terbit tahun 2010, apakah Ellis sengaja menyesuaikan kehidupan Julian dengan aktor yang memerankannya?

View all my reviews