Thursday, October 18, 2012

S.C.I.

Saya Cinta Indonesia: Ocehan Komika Tentang Kelucuan di NegerinyaSaya Cinta Indonesia: Ocehan Komika Tentang Kelucuan di Negerinya by Isman H. Suryaman
My rating: 4 of 5 stars


Hanya ada satu cinta
dengan bumbu rindu selalu
Hanya ada satu rindu
tanpa ragu, tanpa cemburu


Hanya ada satu cinta
bukan tujuh, bukan seribu
Cinta kita, cinta bersama
da~ da~ da da da


A.C.I
Aku Cinta Indonesia
‘A’ bisa Amir
‘C’ bisa Cici
‘I’ bisa Ito
Tapi A.C.I
Aku Cinta Indonesia


Ada yang masih ingat sinetron A.C.I. (Aku Cinta Indonesia) dengan tiga tokoh utamanya Amir, Cici dan Ito yang ditayangkan TVRI setiap hari Minggu siang?



Lho, tidak ada yang mau jawab? Kok tahu sih ini pertanyaan jebakan umur? ^_^

Nah, buku dengan judul Saya Cinta Indonesia ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan sinetron TVRI di atas...

Ada cerita galau di balik pembelian buku karya para komika ini. Seperti biasa, sesuai jadwal terbit rutin Elex Media, pada hari Rabu malam, tanggal 17 Oktober 2012 pukul 21.00 WIB sepulang dari kursus, aku berkunjung ke Gramedia Plaza Semanggi untuk mendapatkan sejumlah manga. Tapiii... setelah mondar-mandir di bagian komik, tak kulihat sejilid pun judul manga yang kuincar. Heran deh, biasanya kalau belum didisplay di meja new arrival setidaknya manga-manga terbitan minggu ini sudah menumpuk di lantai dekat rak majalah. Penasaran, akhirnya ketika melihat salah satu petugas toko yang sedang sibuk merapikan tumpukan buku di meja sebelah, berlangsunglah dialog di bawah ini:

Aku (A): Mas, komik Elex terbitan minggu ini sudah datang belum? (berharap sangat sebenarnya terbitan baru sudah ada di gudang, biasanya tetap bisa dibeli soalnya)
Mas-Mas Gramedia (MMG) : Oh, belum datang, Bu.
A : Kenapa? Di jadwal Elex kan terbitnya hari ini... (kepo mode on)
MMG : Tidak ada kurirnya, Bu. Biasanya diantar tenaga outsourcing, tapi sekarang sudah tidak boleh lagi.
A : Jadi kapan datangnya? Besok atau lusa?
MMG : Tidak tahu, Bu. Mungkin minggu depan, karena biasanya barang datang setiap hari Rabu.
A : (Mulai bete. Teringat kejadian tahun lalu waktu toko yang sama sedang stock opname, kalau Rabu minggu ini tak datang barang baru, maka buku yang mestinya display minggu ini baru didatangkan minggu depannya. Alamat mencari di toko buku Gramedia yang lain, asalkan masalah distribusi tidak terjadi pada semua toko)
MMG : Ibu dari Kompas, ya?
A : (Heh? Maksudnya apa? Memangnya dia nggak bisa membedakan pelanggan cerewet dengan wartawan?) Oh, bukan. Saya cuma biasa beli komik pada hari Rabu...

Ya sudahlah. Sambil merenung bahwa masalah tenaga outsourcing yang biasanya cuma dibahas di kantor ternyata berdampak juga pada rutinitas di luar kantor, dan daripada pulang malam-malam dengan tangan hampa, aku pun merambat di meja buku baru (nonkomik). Tiba-tiba saja mataku menangkap sampul buku berwarna merah hati dan krem ini. Baru melihat nama para penulisnya saja, aku langsung menyambar dan memasukkannya ke dalam kantong belanja. Pas banget jadi buku pelipur lara.

Dan memang demikian adanya.

Membaca bagian Kang Isman (yang buku 7 Dosa Besar-nya masih nangkring di meja kantor sebagai reminder supaya nggak lagi-lagi bikin tayangan ppt nan garing), bab pertamanya langsung mengingatkanku pada beberapa bit open mic-nya yang beredar di Youtube. Khususnya pada topik cara ikan berkomunikasi, budaya sunatan di masyarakat Sunda, buta arahnya orang Sunda, sampai simbol emergency exit di bandara. Baca bagian ini seolah melihat dan mendengar Kang Isman lagi stand up. Menurut Kang Isman sendiri, ia sering mengingatkan penontonnya kalau lagi stand up: "Kalau sekarang nggak ketawa, coba catat. nanti di rumah baca. Siapa tahu memang lucunya kalau dibaca." Tapi buatku yang memang menyukai gaya humor dan tulisannya, nonton stand upnya lucu, baca versi tertulisnya juga tetap lucu. Sayang tidak menemukan bit orang India main bola di sini, yang terus setelah mencetak gol langsung joget "saya, saya, saya..." Dan kembali, jadi penasaran lagi sama buku Kang Isman yang pertama, Bertanya atau Mati. Siapa yang punya buku ini? Pinjam dong, plis....

Penulis humor lain yang gayanya juga kusukai adalah Miund, mungkin sejak buku pertamanya yang gokil. Tulisannya di buku ini juga beti-lah, meski sayang kok sedikit banget. Risiko buku hasil keroyokan memang. Di sini Miund mempermasalahkan prioritas orang Indonesia yang makan mi instan 3x sehari tapi langganan tv satelit, hasil observasi di gym, serta bedah dongeng Indonesia vs dongeng impor. Pas bagian dongeng Sleeping Beauty, pingin deh minta Miund baca buku versi Anne Rice dan mengomentarinya. Jangan-jangan diakhiri dengan headline tabloid Lampu Merah lagi: "Cewek Cantik Lagi Asyik Tidur Di-Ho'oh Pangeran Ganteng, Eh Bangun, Terus Langsung Diboyong... Cieee"

Separuh buku lainnya ditulis oleh Sammy si bocah yang tidak langsing serta Andi Gunawan. Gaya menulisnya agak berbeda, tapi terasa sih maksudnya melucu tapi dengan gaya serius. Sayang dalam perkenalan pertama ini aku belum dapat feel yang sama dengan tulisan dua komika lainnya. Tapi yang jelas, memang satu hal yang paling penting untuk menjadi seorang komika adalah observasi. Hal yang dianggap biasa bisa jadi terasa unik kalau ada komika yang bisa mengangkatnya dengan sudut pandang yang berbeda. Seperti kata Kang Isman (atau Derek Fisher?), mayoritas ikan nggak menyadari keberadaan air sebagaimana kita nggak menyadari keberadaan budaya.

Karena itulah, meski tak bisa melucu, ataupun kalau bermaksud melucu pakai gaya lempeng demi menipu audiens, aku suka stand up comedy, dan juga suka buku-buku yang ditulis para comic. Walaupun tidak disengaja, aku sudah mengoleksi buku-buku para comic seperti Seinfeld, Chris Rock, dlsb yang kebetulan nangkring di lapak buku bekas. Sudah harganya murah, membacanya pun bungah.

So, do you love Indonesia? (sengaja malah pakai bahasa Inggris... :P)

View all my reviews

No comments:

Post a Comment