Friday, May 31, 2013

Roald Dahl's Adult Stories

Switch BitchSwitch Bitch by Roald Dahl
My rating: 4 of 5 stars


Switch Bitch merupakan kumpulan cerita pendek Roald Dahl yang pernah diterbitkan oleh majalah Playboy. Jadi, wajar saja kalau isinya bukan cuma nyeleneh khas Dahl tapi juga ngeres dan vulgar, sehingga sudah selayaknya dijauhkan dari jangkauan anak-anak.

Let me tell you sex some stories...



The Visitor merupakan salah satu cerita dari 28 volume buku harian Oswald Hendryks Cornelius yang diwariskan kepada keponakannya. Iya, ini Uncle Oswald yang sama dengan yang mengumpulkan sperma dari 51 orang jenius dan keluarga kerajaan di dunia, Michelangelo of Seduction yang membuat Casanova kelihatan seperti Winnie The Pooh. Konon 28 volume buku harian Oswald itu penuh dengan kisah petualangan cintanya, namun hanya beberapa cerita yang cukup aman untuk dipublikasikan alias kemungkinannya kecil untuk terkena tuntutan hukum dari ribuan wanita yang terlibat, atau lebih mungkin lagi dari ribuan suami yang merasa dipermalukan. Cerita pendek ini menuturkan pengalaman Oswald sewaktu terdampar di Gurun Sinai, karena mobilnya mengalami kerusakan. Ia menginap di rumah seorang Syria kaya yang memiliki istri dan anak perempuan yang sama rupawannya, sampai-sampai Oswald menginginkan keduanya sekaligus. Pada malam harinya, di kamar tamu yang gulita, Oswald dikunjungi seorang wanita yang memberikan layanan ranjang yang luar biasa. Esok paginya, Oswald sibuk menerka-nerka siapa teman tidurnya semalam. Nyonya rumahkah? Atau putrinya? Atau...? Jawabannya ternyata membuat Oswald merinding ketakutan.

The Great Switcheroo mengisahkan Vic dan Jerry, dua orang pria yang tinggal bersebelahan, yang berkonspirasi untuk saling meniduri istri tetangganya. Tidak, tidak, ini bukan cerita tentang swingers club, karena syarat utamanya adalah: jangan sampai para istri tahu kalau yang meniduri mereka bukan suaminya sendiri! Maka selama beberapa minggu Vic dan Jerry menyusun rencana dan strategi. Dari menetapkan Hari-H dan Jam-J aksi barteran, sampai mulai menggunakan minyak rambut dan after shave lotion yang sama. Dan pelajaran yang paling penting: mereka harus saling mempelajari prosedur bercinta satu sama lain supaya para istri tidak curiga akan perbedaan kebiasaan. Di sinilah mereka berbeda jauh, karena rupanya Vic tipe yang cepat selesai sedangkan Jerry tipe yang berlama-lama dalam bercinta. Singkat cerita, misi mereka sukses besar. Tapi, bagaimana kalau pagi harinya sang istri mengaku bahwa selama ini ia membenci seks, tapi berubah pendapat dan malah berterima kasih karena aksi ranjang semalam?

Berbeda dengan tiga cerpen lainnya, The Last Act dikisahkan dari sudut pandang seorang wanita bernama Anna Greenwood. Sejak ditinggal mati suami yang sangat dicintainya dan ditinggalkan oleh anak-anaknya satu demi satu, rasa kesepian dan putus asa membuat Anna memutuskan untuk bunuh diri. Tapi rencananya terinterupsi ketika ia membantu pekerjaan temannya, dan kesibukannya untuk sementara membuatnya kembali merasa bahagia. Sampai suatu hari ia bertemu lagi dengan Conrad, mantan pacarnya semasa SMA yang ternyata masih mencintainya. Apakah Anna sanggup menerima laki-laki asing sebagai pengganti suaminya?

Bitch merupakan kisah Oswald yang lain lagi. Oswald mendapati ahli kimia berkebangsaan Belgia yang didanainya, Henri Biotte, telah menciptakan parfum yang paling berbahaya di dunia, yang dapat membuat kaum pria kehilangan kendali dan langsung menggagahi di tempat wanita yang menggunakannya. Untuk melihat bukti keampuhan parfum yang dinamai Bitch tersebut, Oswald pun ikut menyaksikan "percobaan ilmiah" pertama di mana Simone, rekan Henri, selaku pengguna parfum pertama dipertemukan dengan seorang petinju muda dan gagah. Percobaan berlangsung sukses, dan mungkin karena ketagihan, esoknya Simone menggunakan seluruh sisa parfum yang ada untuk menggoda Henri. Masalahnya, Henri menderita penyakit jantung dan langsung semaput karena terlalu horny. Sialnya lagi, Henri belum sempat menuliskan hasil penemuannya, sehingga formula parfumnya terkubur bersamanya. Untunglah sebagai penyandang dana, Oswald sempat mendapat satu dosis kecil Bitch. Dan karena ia tidak suka presiden AS yang sedang menjabat saat ini, ia berencana membuat sang presiden beraksi di depan umum dengan bantuan parfum ajaibnya...

Dari empat cerita pendek di buku ini, The Last Act merupakan cerita yang paling serius dan kelam, menjurus ke tragedi, sementara The Great Switcheroo dapat digolongkan dramedi dalam artian drama komedi tragedi. Sedangkan untuk cerita-cerita si Paman Oswald yang nyentrik dan comedy centric, dari gaya penuturannya kita akan teringat gaya penulisan novel anak-anak Roald Dahl yang kocak, nyeleneh, dan mengandung twist tak terduga.

Cerita-cerita dewasa Roald Dahl yang dikategorikan dalam genre sexual fantasy ini mungkin cukup mengejutkan pada zaman pertama kali diterbitkan, karena begitu bebas dan kasual membahas seks dan adegannya. Tapi kalau zaman sekarang, dengan begitu maraknya novel roman dan erotika yang vulgar dan eksplisit, bisa jadi cerita Roald Dahl sudah dianggap biasa saja.

Tapi, apapun genrenya, cerita-cerita Roald Dahl tetaplah...


View all my reviews

Thursday, May 30, 2013

Delirium vs Equilibrium

Delirium (Delirium, #1)Delirium by Lauren Oliver
My rating: 3 of 5 stars


Di dunia dalam novel ini, cinta merupakan pelanggaran hukum.

Entah kenapa, begitu membaca sinopsis cerita di cover bukunya, langsung jadi deja vu dan teringat film lama, Equilibrium (2002). Lha, judulnya saja mirip-mirip dan berima, sama-sama pakai "rium", gitu. 

Oya, tentu saja aku lebih menyukai versi Equilibrium, dan jelas bukan cuma karena boga lakonnya diperankan oleh Christian Bale. Tapi karena:

1. Delirium bisa dibilang lebih ringan dan tidak sekelam Equilibrium, selain mungkin karena ceritanya tergolong YA, terutama karena

2. Dalam Delirium, yang dilarang CUMA cinta, sementara dalam Equilibrium yang dilarang adalah SEMUA bentuk perasaan. Selain itu

3. Penyembuhan cinta dalam Delirium lebih mudah, tinggal operasi lalu beres deh hidup damai dan bahagia tanpa cinta. Bisa saja sih operasi gagal, tapi risikonya lebih kecil dibandingkan suntikan obat harian di Equilibrium. Sekali lalai, bisa-bisa langsung merasakan emosi lagi. Bahaya itu!

4. Action-nya! Bagaimanapun yang keren di Equilibrium itu adalah gun kata battle! Biar kata defying gravity or reality, adegan aksinya itu yang memanjakan mata banget! Sementara di Delirium... yah, namanya juga bukan novel action, kenapa juga aku bandingin ya?

Yang jelas sih, meskipun katanya novel ini merupakan novel pertama, menurutku endingnya cukup bagus. Cliffhanger? Tidak juga. Apapun yang terjadi setelah endingnya dapat diserahkan kepada imajinasi pembaca, tidak membaca novel lanjutannya pun tidak masalah.

Sebagai bonus, kusisipkan foto Christian Bale dalam pose gun kata-nya:
Ish, yang penting pose dulu, pistolnya macet apa nggak gimana nanti!

Apa yang disebut gun kata? Konon begini menurut filmnya:  

Through analysis of thousands of recorded gunfights, the Cleric has determined that the geometric distribution of antagonists in any gun battle is a statistically-predictable element. The Gun Kata treats the gun as a total weapon, each fluid position representing a maximum kill zone, inflicting maximum damage on the maximum number of opponents, while keeping the defender clear of the statistically-traditional trajectories of return fire. By the rote mastery of this art, your firing efficiency will rise by no less than 120 percent.

Mari kita adu teknik gun kata-nya John Preston (Bale) dengan teknik Wesley Allen Gibson (James McAvoy) dari film Wanted (2008).
Nembak sambil merem? Cin cay lah!


Woy, sadar, Ndah! Ini review buku, bukan review film! Salah blog!

View all my reviews

Dream a Little Dream

Of Mice and MenOf Mice and Men by John Steinbeck
My rating: 5 of 5 stars


Setiap orang memiliki impian. George Milton bermimpi memiliki tanah sendiri. Lennie Small, raksasa lembut hati namun memiliki keterbelakangan mental, memiliki mimpi yang lebih sederhana. Ia bermimpi dapat tetap hidup bersama George, dan diperkenankan untuk memelihara (dan membelai) kelinci di peternakan mereka (Lennie memang fetish semua hal yang terlihat dan terasa lembut, namun ia tidak dapat mengukur kekuatannya sendiri, dan kerap tak sengaja membunuh tikus peliharaannya meskipun ia hanya bermaksud membelainya). Untuk mewujudkan mimpi mereka, George dan Lennie berpindah-pindah kerja dari ladang yang satu ke ladang yang lain. Seringkali mereka terpaksa pindah kerja karena Lennie selalu (tak sengaja) menimbulkan masalah.

Kalau mengikuti akal sehat, George tentu sudah lama meninggalkan Lennie. Bagaimanapun, Lennie memang beban yang merepotkan. Tapi meskipun George seringkali tidak menyembunyikan kejengkelan dan ketidaksabarannya menghadapi kelambanan dan kedunguan Lennie, ia tetap merasa bertanggung jawab dan selalu melindungi Lennie. Rasa tanggung jawab itu mungkin berawal dari rasa bersalah, karena dulu ia suka mempermainkan si dungu Lennie, bahkan nyaris membunuhnya, karena Lennie selalu mematuhi perintahnya, termasuk terjun ke sungai meskipun tak bisa berenang.

Di tempat kerja yang baru, George berusaha menjauhkan Lennie dari masalah, bahkan ekstrimnya kalau bisa Lennie tidak buka mulut sedikitpun. Tapi rupanya tidak mudah, karena bahaya bisa mengancam kapan saja. Putra pemilik ranch, Curley, adalah salah satunya. Bertubuh kecil tapi jago tinju, ia merasa terintimidasi oleh orang yang bertubuh lebih besar darinya, dan kalau diberi kesempatan sedikit saja akan dengan senang hati menghajar mereka, dan tentu saja ia langsung mengincar si raksasa Lennie. Belum lagi istri Curley yang suka main mata dengan para pekerja ranch, dan membuat Curley jadi paranoid dan cemburuan.

Masalah demi masalah pun terjadi. Saat Curley menyerang Lennie, waktu membela diri tanpa sengaja Lennie menghancurkan tinju Curley. Meskipun masalah itu dapat diredam karena Curley sendiri yang mencari gara-gara lebih dulu, George harus menghadapi masalah yang lebih dahsyat ketika Lennie tanpa sengaja membunuh istri Curley. George tahu ia tidak bisa melindungi sahabatnya lagi, namun cara yang dipilihnya agar Lennie tidak menderita benar-benar menyesakkan hati.

Of Mice and Men (1937) adalah salah satu karya terkenal dari John Steinbeck, yang memenangkan Pulitzer Prize untuk novel The Grapes of Wrath (1939). Novela yang bersetting di masa Great Depression ini menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial pada saat itu, terutama kehidupan masyarakat kelas bawah yang untuk memperoleh pekerjaan saja sulit, apalagi memiliki rumah dan tanah beberapa hektar, disertai pertanian dan peternakan kecil, sebagaimana mimpi para tokoh utama di buku ini. Tapi bagiku, tema utama yang diangkat dalam novela ini adalah persahabatan antara George dan Lennie. Memperhatikan review beberapa teman Goodreads, setiap pembaca memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai ending novela ini. Mungkin ada yang berpendapat bahwa pada akhirnya George mengkhianati Lennie, atau akhirnya kesabaran George terhadap kedunguan Lennie ada batasnya. Namun kesan yang kutangkap di akhir novela ini sangat berbeda. Keputusan berat yang diambil George di akhir novel merupakan perwujudan betapa George sangat menyayangi Lennie.

Kisah George dan Lennie ini sudah tiga kali diangkat menjadi film, pada tahun 1939, 1982 dan 1992. Yang terakhir dibintangi oleh Gary Sinise sebagai George dan John Malkovich sebagai Lennie:


Apakah peran George yang membuat Gary Sinise mendapat peran serupa tapi tak sama sebagai Letnan Dan di film Forrest Gump?


Catatan tambahan:

Sebenarnya, aku tak sengaja memilih novela John Steinbeck yang satu ini sebagai bahan posting bareng BBI Bulan Mei 2013 untuk kategori klasik kontemporer. Secara kebetulan, aku menemukan buku ini di lemari buku Bang Helvry dan tertarik untuk memaksa pinjam karena penerjemahnya Pramoedya Ananta Toer:

Tapi setelah mencoba membacanya, aku akhirnya malah memilih untuk membaca ebooknya saja, karena ternyata terjemahan PAT tidak cocok untuk seleraku. Dan kalau ditanya mengapa, mungkin ada beberapa alasan yang membuatku malas membaca buku terjemahannya.

Pertama, mungkin karena diterjemahkan pada tahun 1950, gaya bahasanya jadul klasik banget. PAT juga banyak menggunakan kosa kata haram jadah dan jahanam yang rasanya tidak pas dengan konteks kalimatnya. Misalnya kalimat "Ya, Rasul. Betul-betul haram jadah kau ini!" dan "Jahanam apa kubilang." setelah ditengok versi aslinya rupanya terjemahan dari "Jesus Christ. You're a crazy bastard!" dan "The hell with what I says". Selain itu banyak juga penerjemahan yang terasa mengganggu, seperti ketchup diterjemahkan jadi kecap, alih-alih saus tomat, atau cousin diterjemahkan jadi kemenakan, bukannya sepupu. Lalu, ternyata ada banyak idiom yang diterjemahkan secara harfiah sehingga menimbulkan pergeseran makna. Beberapa contoh yang lucu misalnya "show off" diterjemahkan menjadi "membuat pertunjukan" atau kalimat "You get a kick outa that, dont you?" diterjemahkan jadi "Kutendang kau nanti, mengerti?" Duh, jauh banget! Mungkin ada yang bilang namanya juga terjemahan bebas, tapi maaf, it's not my cup of tea.

Awalnya sih seru juga membaca buku terjemahan sambil baca versi aslinya, lumayan jadi hiburan tiap kali menemukan terjemahan yang aneh dan lucu. Tapi lama-lama jadi capek juga sih, dan akhirnya aku hanya membaca ebooknya saja.

Tapi aku jadi bertanya-tanya apakah waktu tahun 1950 dulu ada editor dari penerbit Pembangunan Djakarta yang mengoreksi terjemahan PAT, atau terjemahannya diterbitkan apa adanya? Lalu, untuk edisi revisi terbitan Lentera Dipantara tahun 2003 ini, kira-kira apa saja yang direvisi? Apakah hanya mengubah ejaan lama menjadi EYD? Atau mungkin karena ini karya terjemahan sastrawan besar Indonesia, sehingga terlalu sakral dan klasik untuk diedit, akhirnya dibiarkan apa adanya saja? Tapi memang sih, kalau sampai diedit besar-besaran sama saja artinya dengan diterjemahkan ulang, sehingga jatuhnya malah tidak komersial karena tidak bisa lagi menjual nama PAT sebagai penerjemah.

View all my reviews

Saturday, May 18, 2013

Highway to Hell

Inferno (Robert Langdon, #4)Inferno by Dan Brown
My rating: 3 of 5 stars

329 - 2013

Okay, saatnya pop quiz, everybody! Sebutkan judul novel yang dimulai dengan tokoh utama siuman dalam keadaan amnesia!

Dan jawabannya adalah... (drum roll sound effect) ...banyak. Mau yang mana? The Bourne Identity-nya Robert Ludlum? Sudah pasti. Remember Me?-nya Sophie Kinsella? Oke. The Maze Runner-nya James dashner? Yah, daftarnya ternyata sudah cukup panjang, saudara-saudara. Dan tahun ini daftarnya bertambah satu lagi dengan novel terbaru Dan Brown untuk kisah petualangan keempat ahli simbol favorit kita, Robert Langdon.

Jadi, Robert Langdon terjaga di sebuah kamar rumah sakit di Florence, Italia, dan tidak tahu bagaimana dia bisa ujug-ujug ada di sana. Untungnya, tidak seperti Bourne yang boro-boro ingat namanya sendiri, Langdon cuma tidak ingat apa yang terjadi selama beberapa hari terakhir. Tapi apapun itu, amnesia sucks. Apalagi kalau begitu bangun diberi tahu dokter kalau kita hampir mati karena kepala kita terserempet peluru, lantas belum sempat mencari tahu lebih lanjut, tiba-tiba saja seorang pembunuh terlatih menerjang masuk ke rumah sakit dan membunuh salah satu dokter yang merawat kita! Yap, yang bisa dilakukan hanya lari menyelamatkan diri sambil terus-terusan berpikir "apa yang terjadi", "apa yang kulakukan", "mengapa aku dikejar-kejar?" and so on.

Untungnya Langdon tidak lari sendirian, karena tentunya ia tak tahu harus lari ke mana. Salah satu dokter yang merawatnya, gadis muda dan cantik (tentu saja selalu ada gadis muda dan cantik yang berbeda di setiap novel seperti halnya James Bond) bernama Sienna Brooks membantunya melarikan diri dari musuh yang entah siapa gerangan itu. Dan belakangan diketahui bahwa Langdon membawa sebuah kanister yang ternyata berisi petunjuk yang akan membawanya mengungkap sedikit demi sedikit misteri yang melingkupi keberadaannya di Italia serta untuk tujuan apa ia berada di sana. Dan semua itu berkaitan dengan masterpiece Dante Alighieri, Divine Comedy, khususnya di bagian pertama: Inferno.

Seperti biasa, membaca serial Robert Langdon akan lebih asyik dalam versi illustrated-nya, karena kita akan disuguhi berbagai museum, lukisan, dan apapun yang berkaitan dengannya, yang sulit dibayangkan kalau belum pernah melihatnya. Jadi, mungkin lebih baik kalau membaca buku ini dengan browsing internet. Minimal kita jadi tahu beberapa lokasi yang dipilih Dan Brown untuk novelnya ini, seperti:

Boboli Gardens, Florence

Atau

Palazzo Vecchio, Florence


Sampai dengan lokasi final:

Yerebatan Sarayi, Istanbul


Atau karya seni yang dirujuk, misalnya lukisan Sandro Botticelli:

La Mappa dell'Inferno


Atau death mask-nya Dante Alighieri:


Ah, sebelum tulisan ini dianggap brosur pariwisata, sebaiknya kita kembali ke review novel lagi. Jadi, spoiler alert, inti cerita novel ini adalah bagaimana Robert Langdon dengan segala pengetahuannya mengenai Divine Comedy (dan semua yang berkaitan dengan karya tersebut) berusaha mencegah terwujudnya cita-cita seorang ahli biokimia brilian bernama Bertrand Zobrist, yang bermaksud menyebarkan virus yang akan mengurangi jumlah populasi manusia yang sudah tak terkontrol di dunia ini. Hmm... rasanya bukan ide baru, sih. Apalagi belum lama ini aku baru saja membaca komik Iron Man Director of S.H.I.E.L.D. seri Haunted, di mana Mandarin berencana melepas virus airborne Ektremis yang dapat memusnahkan 97,5% populasi manusia. Tapi Zobrist tidak sesinting Mandarin sih, karena hanya berniat mengurangi sepertiga populasi manusia saja demi mencegah kepunahan umat manusia di masa depan.

Seperti novel-novel sebelumnya, petualangan Langdon bisa dihitung dalam jam, dengan pace cepat, dan banyak adegan kejar-kejaran. Karena menderita amnesia, Langdon tidak tahu harus mempercayai siapa, apalagi sepertinya semua orang memburu dan ingin membunuhnya. Tapi karena berurusan dengan wabah penyakit yang bisa menyapu bersih umat manusia, Langdon tetap berusaha memecahkan teka-teki yang diumpankan Zobrist untuk menemukan lokasi virus buatannya.

Meskipun jalan ceritanya dan twistnya klise (tapi membuatku teringat pada Loki, The God of Deception), endingnya cukup mengejutkan karena.... *SPOILER ALERT SPOILER ALERT SPOILER ALERT* well, jarang-jarang tokoh utama GAGAL mencegah rencana brilian sang antagonis!

Omong-omong karena membaca novel ini, dan dikuliahi Langdon tentang Divine Comedy, jadi teringat kalau salah satu penulis favoritku, Jeffrey Archer, menggunakan pola Dante untuk menceritakan pengalaman pribadinya waktu di penjara. Bila Dante membuat Divine Comedy dalam tiga bagian yaitu Inferno, Purgatorio dan Paradiso, Archer membuat Prison Diary-nya dalam tiga bagian yaitu Belmarsh: Hell, Wayland: Purgatory dan North Sea Camp: Heaven.

The darkest places in hell are reserved for those who maintain their neutrality in times of moral crisis
- Dante Alighieri

Kutipan itu disimpulkan oleh Robert Langdon menjadi: In dangerous times, there is no sin greater than inaction. Sedangkan kalau yang menerjemahkannya Mbah GW Bush, mungkin jadi begini: You're either with us, or against us!

View all my reviews

Sunday, May 5, 2013

World's Most Wanted 2

The Invincible Iron Man, Vol. 3: World's Most Wanted, Book 2The Invincible Iron Man, Vol. 3: World's Most Wanted, Book 2 by Matt Fraction
My rating: 4 of 5 stars

Di volume kedua World’s Most Wanted ini, Tony Stark berhasil kabur ke Rusia, dan surprise! Mendapat bantuan dari Crimson Dynamo. Di cerita-cerita vintage Iron Man, Crimson Dynamo adalah musuh Iron Man, mengingat mereka di dua kubu yang berbeda dalam perang dingin AS-Soviet. Tapi sekarang, mereka berteman. Dan karena armor jadulnya rusak, Tony malah dipinjami armor Crimson Dynamo untuk mencapai fasilitas miliknya di Rusia.

Begitu mengetahui Tony berada di Rusia, Pepper langsung menyuruh J.A.R.V.I.S. membawanya ke sana. Karena memantau aktivitas Pepper, Osborn jadi tahu di mana buronannya berada dan mengontak Kolonel Dimitri Bukharin untuk meminta izin masuk ke wilayah udara Rusia untuk menangkap Pepper dan kalau bisa sekaligus Tony. Sayangnya, Kolonel Bukharin (yang juga Crimson Dynamo) menolaknya mentah-mentah. Osborn terpaksa mengandalkan rekan yang berada di Rusia, Whitney Frost alias Madame Masque, untuk membunuh Tony.

Setelah sempat bertempur karena Tony mengira armor Rescue adalah bawahan Osborn, Tony dan Pepper akhirnya bertemu kembali dan bersembunyi di fasilitas Stark di Kurenks. Kondisi Stark sudah menurun drastis, mulai melupakan banyak hal, bahkan perlu kertas post-it untuk mengingat sesuatu. Ia bahkan tidak bisa mengingat informasi sederhana seperti nama-nama mobil koleksinya. Untuk seorang Tony Stark, kehilangan ingatan dan kejeniusannya seperti seorang superman kehilangan superpowernya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia menjadi manusia normal. Tapi itu baru awalnya...

Dan, berhasilkah Madame Masque menjalankan tugasnya? Ternyata sulit baginya, karena masa lalunya sebagai kekasih Tony membuat hatinya bercabang. Ia tak mau membunuh Tony, tapi merayu Tony yang dulu pernah mencampakkannya agar membalas cintanya. Ia memohon Tony lebih memilih dirinya daripada Pepper. Permintaan yang tidak bisa dipenuhi Tony, karena sebodoh apapun ia saat ini, dan meskipun dulu ia pernah mencintai Whitney Frost, ia tetap memilih Pepper, apapun risikonya. Patah hati, Madame Masque meledakkan tempat persembunyian Tony. Tony berhasil kabur dengan armor Iron Man cadangan ke Afghanistan sementara Pepper... mati dan Madame Masque membawa armor Rescue kembali pada Osborn.

Tony yang sedang tidur sementara Iron Man terbang autopilot di langit Afghanistan mendadak tertembak jatuh oleh rudal stinger. Ia harus bersusah payah mencari laboratorium rahasianya dan dalam kondisi otak yang semakin menurun ia terpaksa mengenakan kembali sahabat lamanya, Iron Man Mark I! Di saat yang sama, Osborn mengetahui lokasinya dan bergegas terbang dengan armor Iron Patriot-nya ke Afghanistan untuk menghabisinya!

Sementara itu, Maria Hill bekerja sama dengan Natasha Romanova untuk menyusup ke markas Osborn dan bertemu dengan... Pepper Potts! Rupanya Pepper menyamar sebagai Madame Masque, sedangkan musuhnya itu disembunyikan dalam armor Crimson Dynamo. Bertiga mereka berusaha menuntaskan tugas terakhir yang dipercayakan oleh Tony kepada mereka. Melumpuhkan sistem komputer di markas Osborn dengan virus dan membuat seluruh armor yang dikuasai Osborn tak berguna.

Aku belum banyak membaca serial komik Invincible Iron Man, Avengers, ataupun komik Marvel lainnya untuk memahami seberapa dalam kebencian Norman Osborn terhadap Tony Stark. Tapi secara awam, mungkin bisa menduga-duga sebabnya, kalau menggunakan film-film adaptasi komik Marvel yang sudah kutonton sebagai dasar teorinya. Teknologi Iron Man dan serum Ekstremisnya adalah sesuatu yang diimpikan Norman Osborn, tapi tidak bisa dicapainya. Ia membangun eksoskeleton dan serum supersoldiernya sendiri yang... kurang sempurna bahkan membuatnya sinting. Jadi, wajar saja kalau ia membenci Tony Stark, yang lebih jenius daripada dirinya dan begitu menikmati hidupnya. Jadi, begitu punya kesempatan untuk menguasai teknologi Stark Industries dan membunuh Tony Stark... well, kesempatan yang terlalu sayang untuk dilewatkan, bukan?
Bye, bye, Tony Stark

Sayang, kesempatan itu terlewatkan karena posisi mereka terpantau pers yang menayangkan adegan ia menghancurkan Tony yang sama sekali tidak melawan ke seluruh penjuru dunia.

Tapi tidak dibunuh pun, Tony sudah tak bisa diselamatkan lagi. Meskipun tubuhnya cuma patah tulang, lecet, memar dan lain-lain, otaknya sudah mati, bahkan tak bisa memerintahkan tubuhnya untuk bernafas. Osborn tak bisa lagi mendapatkan informasi mengenai database Superhuman Registration maupun teknologi repulsor Tony. Dan karena ia tidak punya hak untuk mematikan Tony Stark, apakah dokter pribadi Tony yang akan melakukannya?

Cih, ending jilid terakhir ini digantung rupanya.

By the way, dokter pribadi yang berhak meng-euthanasia Tony bernama Donald Blake.


View all my reviews

Saturday, May 4, 2013

Capeknya Jadi Direktur S.H.I.E.L.D

Marvel's The Avengers Prelude: Fury's Big WeekMarvel's The Avengers Prelude: Fury's Big Week by Christopher Yost
My rating: 4 of 5 stars

Komik ini merupakan missing link antara film-film Marvel Cinematic Universe setelah film Iron Man dan sebelum film The Avengers, plus one-shot-nya Marvel seperti A Funny Thing Happened on the Way to Thor's Hammer dan The Consultant. Dan tentu saja, wajib hukumnya menonton semua film itu sebelum baca komik ini, karena para penulisnya menganggap pembaca sudah tahu dan memahami semua link dan hint yang disajikan dari POV Nick Fury dan para agen S.H.I.E.L.D.

Hal baru apa yang didapat pembaca/penonton dari serial ini? Yah... hampir tidak ada yang baru sih sebenarnya...

1.Adegan final Iron Man 2, Incredible Hulk dan Thor berlangsung di minggu yang sama!
Lupakan saja tanggal rilis masing-masing film, supaya tidak bingung.
Kenapa bentrok gini sih? Diatur dong jadwalnya, kayak di bioskop gitu!


2. World Security Council ingin Fury fokus mencari cara menghidupkan Tesseract, mereka mengultimatum Fury dengan TRIKOCIL (Tiga Komando Council) terkait 3 kegiatan S.H.I.E.L.D. yang sia-sia:
- hentikan ekspedisi mencari jasad action figure PD II di kutub utara
- hentikan usaha merekrut Tony Stark padahal cukup menyita armornya saja
- hentikan pengawasan atas objek tak jelas mau diapakan macam Bruce Banner (iyaaa... waktu Jendral Ross terus sibuk mencari, Fury sih tahu di mana Banner berada)
Kalau Fury nggak mau nurut, pecat! Gitu aja kok repot.
Patuhkah Fury? Tentu tidak! Kan ada Combantrine! #ApaSih


3. Fury sudah tahu Tony Stark sekarat gara-gara keracunan palladium, tapi timnya tidak berhasil menemukan penangkalnya.
Adegan seksiy Nick Fury baru bangun tidur
4. Dalam perjalanan ke New Mexico, Hawkeye juga sempat mampir ke minimarket di mana Coulson beraksi menggagalkan perampokan.
Untuk ngeh adegan yang ini, dianjurkan nonton Marvel's One Shot dulu

5. Usai membereskan Hammer Industries, Natasha Romanoff meluncur ke Culver University untuk mengawasi Banner, dan hampir jadi korban amukan Hulk.
Pantas aja kalau Natasha agak jiper sama Banner

6. S.H.I.E.L.D mengangkut the Destroyer yang dikalahkan Thor, lalu para ilmuwannya sibuk membuat versi bajakan mininya.
Ingat senjata yang digunakan Coulson untuk menembak Loki?

7. Tony Stark ingin mematenkan unsur kimia baru yang ditemukannya dengan nama... badassium. Wah, badass banget kalau memang nama itu bisa tertera di tabel periodik!
Mungkin para birokrat lebih suka nama unsurnya Starkium


View all my reviews

If Books Are Alive

Lee Raven, Pencopet CilikLee Raven, Pencopet Cilik by Zizou Corder
My rating: 4 of 5 stars


Wow, buku ini memberikan gambaran cukup detail dan meyakinkan seperti apa hidup kita apabila menjadi buku pertama yang diciptakan di dunia, bersamaan dengan penciptaan manusia, dan dengan bahan bahan baku yang sama pula.

Berkembang seiring dengan perkembangan teknologi tulisan manusia, Booko (nama yang diberikan oleh tokoh utama buku ini) pada awalnya berupa buku yang terbuat dari segumpal tanah liat, tapi perputaran sejarah manusia membuatnya selalu bereinkarnasi menjadi buku dalam berbagai bentuknya sesuai zamannya. Ketika versi tanahnya bercampur dengan rawa-rawa yang menumbuhkan papirus, gulungan kertas yang berasal dari papirus pun menjadi tempat jiwanya bersemayam. Ketika wujud kertasnya dimakan sapi, jiwanya pun berpindah ke buku dalam bentuk perkamen yang terbuat dari kulit anak-anak dari sapi itu.

Menyimpan pengetahuan dan kisah manusia dari seluruh dunia, Booko layaknya ebook dengan memori multizillionbyte yang bisa menampilkan cerita apapun yang ingin kita baca, atau cerita yang ingin diberikannya pada kita. Apapun. Tak perlu punya perpustakaan yang penuh sesak dengan buku apabila kau memiliki Booko. Hemat tempat dan energi, banget. Dan kalau kebetulan kau menderita dyslexia dan mengalami kesulitan untuk membaca, Booko bisa berbuat lebih: membacakan cerita untukmu, apapun yang menarik buatmu, dari biografinya sendiri sampai novel James Bond, Artemis Fowl, sampai Harry Potter. Apapun itu. Selain multifungsi jadi audiobook, ternyata Booko juga bisa diajak bicara.Dan karena interaktif, Booko sudah bukan buku atau audiobook player lagi, tapi semacam makhluk hidup, dan bisa menjadi teman...

Buku ini bercerita tentang petualangan Lee Raven, pencopet cilik penderita dyslexia, yang tanpa sengaja mencuri sebuah buku ajaib yang diburu banyak orang, bersahabat dengan sang buku, bahkan bersedia melakukan apa saja untuk menyelamatkan buku itu dari tangan orang-orang serakah yang hanya ingin mencari keuntungan dari keajaiban sang buku.

Hm... andaikan semua buku memang punya jiwa, apakah ketika aku tertidur, buku-bukuku bertransformasi, hidup, mengobrol, dan bermain seperti para mainan di film Toy Story? Lalu, bagaimana kalau aku tiba-tiba terbangun dan memergoki mereka sedang asyik kongkow di sudut kamar sambil cekikikan? Apakah mereka akan tiba-tiba terpaku dalam keheningan? Atau mereka akan mencoba menghipnotisku dengan kalimat Kau tidak melihat apa-apa, ini semua hanyalah mimpi? Atau malah mengambil kesempatan itu untuk menguliahiku dengan emosi jiwa, Kebetulan, kami sudah lama ingin menanyakan ini. Begini ya, enak saja kau terus menimbun kami di sudut kamar sempit begini, niat baca apa nggak sih?

Kalau kayak gini mah, ceuyeum atuh...
 

View all my reviews

Roald Dahl's Wonderful Stories

The Wonderful Story of Henry Sugar and Six MoreThe Wonderful Story of Henry Sugar and Six More by Roald Dahl
My rating: 4 of 5 stars


Buku Roald Dahl yang satu ini memuat cerpen-cerpen Roald Dahl. Beberapa cerita terasa absurd, tapi hei, style-nya Roald Dahl kan memang begitu, tak usah dipikirkan masuk akal atau tidak, namanya juga dongeng :)

The Boy Who Talked with Animals berlokasi di Jamaika, berkisah tentang anak laki-laki delapan tahun yang menolong seekor penyu raksasa hasil tangkapan nelayan yang nasibnya hampir saja berakhir sebagai sup atau steak di restoran setempat. Keesokan harinya, anak itu lenyap dari kamar hotelnya. Belakangan ditengarai anak itu pergi ke laut dengan menunggangi sang penyu. Apakah dia akan mengalami nasib seperti Urashima Taro?
Sepertinya sih anak itu cuma bertekad melindungi si penyu supaya tidak ditangkap orang lagi. Selamanya.

The Hitchhiker berkisah tentang seorang penulis yang sedang mengendarai mobil BMW baru yang memberikan tumpangan pada orang tak dikenal. Gara-gara terpancing si pembonceng untuk membuktikan kecepatan mobil barunya, si penulis ngebut seratus dua puluh mil per jam. Tentu saja langsung dikejar dan ditilang polisi. Belakangan ketahuan, si pembonceng merupakan tukang copet fingersmith profesional. Tahu-tahu dia sudah mencopet ikat pinggang, tali sepatu, jam tangan, SIM, gantungan kunci, uang kertas dan receh, diary, sepotong pensil, pemantik, plus cincin dari si penulis. Dan yang paling penting: buku tilang si polisi.

The Mildenhall Treasure bersetting pada PD II, dan berkisah tentang seorang pembajak lahan yang menemukan peralatan makan zaman Romawi di lahan yang sedang digarapnya. Kalau menurut hukum Inggris, harta itu menjadi hak si penemu. Tapi saking polosnya, ia tidak tahu kalau ditipu rekan sesama pembajak yang ingin memiliki sendiri harta karun itu. Lalu, siapakah yang akhirnya yang beruntung?

The Swan berkisah tentang anak laki-laki yang gemar mengamati burung yang di-bully anak-anak lain yang berburu burung. Ia dipaksa memakai sayap yang dipotong dari seekor angsa, dan disuruh terbang dari atas pohon di bawah ancaman senapan. Bisakah ia terbang?

The Wonderful Story of Henry Sugar berkisah tentang seorang penjudi yang berhasil melatih diri untuk membaca nilai kartu dari belakang, berdasarkan informasi tentang seorang yogi yang bisa melihat dengan mata tertutup dan mati karena menyalahgunakan ilmunya. Apakah ia juga akan mati karena menang di setiap kasino yang dikunjunginya? Cerpen ini sedikit mengingatkanku pada buku nonfiksi Bringing Down the House-nya Ben Mezrich.
Meski sama-sama merampok kasino, para mahasiswa MIT di situ tidak membaca kartu secara harfiah seperti Henry Sugar, tapi menghitung kartu (yang jelas sama susahnya).

Lucky Break alias How I Became a Writer merupakan kisah nyata Roald Dahl sendiri mengenai jalan masuknya menjadi seorang penulis, yang sama sekali bukan cita-citanya waktu kecil, sebagaimana tercatat dalam laporan akhir semesternya di sekolah untuk English Composition. Pada bulan Januari 1942, ia dikirim ke Washington sebagai asisten atase Inggris dan tak sengaja bertemu dengan C.S. Forester di Kedutaan Inggris. Karena tahu Dahl mantan pilot, C.S. Forester menawari Dahl untuk menceritakan petualangannya yang paling menarik, untuk bahan tulisannya di Saturday Evening Post. Dahl setuju untuk menulis dan mengirimkan pengalamannya, agar C.S. Forester dapat menulisnya ulang dengan lebih baik. Ndilalah, C.S. Forester terkesan dengan tulisan Dahl dan tidak mau menulis ulang, malah langsung mengirimnya ke surat kabar. God works in mysterious way.

A Piece of Cake adalah... cerita nonfiksi pertama Roald Dahl yang dikirim ke C.S. Forrester itu tadi!

P.S. Di Lucky Break, Roald Dahl menyisipkan tips dan trick untuk menjadi penulis fiksi yang baik.

Happy reading and writing, ladies and gentlemen!


View all my reviews