Thursday, May 30, 2013

Dream a Little Dream

Of Mice and MenOf Mice and Men by John Steinbeck
My rating: 5 of 5 stars


Setiap orang memiliki impian. George Milton bermimpi memiliki tanah sendiri. Lennie Small, raksasa lembut hati namun memiliki keterbelakangan mental, memiliki mimpi yang lebih sederhana. Ia bermimpi dapat tetap hidup bersama George, dan diperkenankan untuk memelihara (dan membelai) kelinci di peternakan mereka (Lennie memang fetish semua hal yang terlihat dan terasa lembut, namun ia tidak dapat mengukur kekuatannya sendiri, dan kerap tak sengaja membunuh tikus peliharaannya meskipun ia hanya bermaksud membelainya). Untuk mewujudkan mimpi mereka, George dan Lennie berpindah-pindah kerja dari ladang yang satu ke ladang yang lain. Seringkali mereka terpaksa pindah kerja karena Lennie selalu (tak sengaja) menimbulkan masalah.

Kalau mengikuti akal sehat, George tentu sudah lama meninggalkan Lennie. Bagaimanapun, Lennie memang beban yang merepotkan. Tapi meskipun George seringkali tidak menyembunyikan kejengkelan dan ketidaksabarannya menghadapi kelambanan dan kedunguan Lennie, ia tetap merasa bertanggung jawab dan selalu melindungi Lennie. Rasa tanggung jawab itu mungkin berawal dari rasa bersalah, karena dulu ia suka mempermainkan si dungu Lennie, bahkan nyaris membunuhnya, karena Lennie selalu mematuhi perintahnya, termasuk terjun ke sungai meskipun tak bisa berenang.

Di tempat kerja yang baru, George berusaha menjauhkan Lennie dari masalah, bahkan ekstrimnya kalau bisa Lennie tidak buka mulut sedikitpun. Tapi rupanya tidak mudah, karena bahaya bisa mengancam kapan saja. Putra pemilik ranch, Curley, adalah salah satunya. Bertubuh kecil tapi jago tinju, ia merasa terintimidasi oleh orang yang bertubuh lebih besar darinya, dan kalau diberi kesempatan sedikit saja akan dengan senang hati menghajar mereka, dan tentu saja ia langsung mengincar si raksasa Lennie. Belum lagi istri Curley yang suka main mata dengan para pekerja ranch, dan membuat Curley jadi paranoid dan cemburuan.

Masalah demi masalah pun terjadi. Saat Curley menyerang Lennie, waktu membela diri tanpa sengaja Lennie menghancurkan tinju Curley. Meskipun masalah itu dapat diredam karena Curley sendiri yang mencari gara-gara lebih dulu, George harus menghadapi masalah yang lebih dahsyat ketika Lennie tanpa sengaja membunuh istri Curley. George tahu ia tidak bisa melindungi sahabatnya lagi, namun cara yang dipilihnya agar Lennie tidak menderita benar-benar menyesakkan hati.

Of Mice and Men (1937) adalah salah satu karya terkenal dari John Steinbeck, yang memenangkan Pulitzer Prize untuk novel The Grapes of Wrath (1939). Novela yang bersetting di masa Great Depression ini menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial pada saat itu, terutama kehidupan masyarakat kelas bawah yang untuk memperoleh pekerjaan saja sulit, apalagi memiliki rumah dan tanah beberapa hektar, disertai pertanian dan peternakan kecil, sebagaimana mimpi para tokoh utama di buku ini. Tapi bagiku, tema utama yang diangkat dalam novela ini adalah persahabatan antara George dan Lennie. Memperhatikan review beberapa teman Goodreads, setiap pembaca memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai ending novela ini. Mungkin ada yang berpendapat bahwa pada akhirnya George mengkhianati Lennie, atau akhirnya kesabaran George terhadap kedunguan Lennie ada batasnya. Namun kesan yang kutangkap di akhir novela ini sangat berbeda. Keputusan berat yang diambil George di akhir novel merupakan perwujudan betapa George sangat menyayangi Lennie.

Kisah George dan Lennie ini sudah tiga kali diangkat menjadi film, pada tahun 1939, 1982 dan 1992. Yang terakhir dibintangi oleh Gary Sinise sebagai George dan John Malkovich sebagai Lennie:


Apakah peran George yang membuat Gary Sinise mendapat peran serupa tapi tak sama sebagai Letnan Dan di film Forrest Gump?


Catatan tambahan:

Sebenarnya, aku tak sengaja memilih novela John Steinbeck yang satu ini sebagai bahan posting bareng BBI Bulan Mei 2013 untuk kategori klasik kontemporer. Secara kebetulan, aku menemukan buku ini di lemari buku Bang Helvry dan tertarik untuk memaksa pinjam karena penerjemahnya Pramoedya Ananta Toer:

Tapi setelah mencoba membacanya, aku akhirnya malah memilih untuk membaca ebooknya saja, karena ternyata terjemahan PAT tidak cocok untuk seleraku. Dan kalau ditanya mengapa, mungkin ada beberapa alasan yang membuatku malas membaca buku terjemahannya.

Pertama, mungkin karena diterjemahkan pada tahun 1950, gaya bahasanya jadul klasik banget. PAT juga banyak menggunakan kosa kata haram jadah dan jahanam yang rasanya tidak pas dengan konteks kalimatnya. Misalnya kalimat "Ya, Rasul. Betul-betul haram jadah kau ini!" dan "Jahanam apa kubilang." setelah ditengok versi aslinya rupanya terjemahan dari "Jesus Christ. You're a crazy bastard!" dan "The hell with what I says". Selain itu banyak juga penerjemahan yang terasa mengganggu, seperti ketchup diterjemahkan jadi kecap, alih-alih saus tomat, atau cousin diterjemahkan jadi kemenakan, bukannya sepupu. Lalu, ternyata ada banyak idiom yang diterjemahkan secara harfiah sehingga menimbulkan pergeseran makna. Beberapa contoh yang lucu misalnya "show off" diterjemahkan menjadi "membuat pertunjukan" atau kalimat "You get a kick outa that, dont you?" diterjemahkan jadi "Kutendang kau nanti, mengerti?" Duh, jauh banget! Mungkin ada yang bilang namanya juga terjemahan bebas, tapi maaf, it's not my cup of tea.

Awalnya sih seru juga membaca buku terjemahan sambil baca versi aslinya, lumayan jadi hiburan tiap kali menemukan terjemahan yang aneh dan lucu. Tapi lama-lama jadi capek juga sih, dan akhirnya aku hanya membaca ebooknya saja.

Tapi aku jadi bertanya-tanya apakah waktu tahun 1950 dulu ada editor dari penerbit Pembangunan Djakarta yang mengoreksi terjemahan PAT, atau terjemahannya diterbitkan apa adanya? Lalu, untuk edisi revisi terbitan Lentera Dipantara tahun 2003 ini, kira-kira apa saja yang direvisi? Apakah hanya mengubah ejaan lama menjadi EYD? Atau mungkin karena ini karya terjemahan sastrawan besar Indonesia, sehingga terlalu sakral dan klasik untuk diedit, akhirnya dibiarkan apa adanya saja? Tapi memang sih, kalau sampai diedit besar-besaran sama saja artinya dengan diterjemahkan ulang, sehingga jatuhnya malah tidak komersial karena tidak bisa lagi menjual nama PAT sebagai penerjemah.

View all my reviews

4 comments:

  1. wuih lima bintang, jadi pengen baca :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buku yang bisa membuatku nangis memang biasanya kukasih 5 bintang ^.^

      Delete
  2. mungkin cocok kalau baca di tahun 1950an ya #eaaa

    ReplyDelete
  3. oh wow...harusnya ada yang mengedit ulang terjemahan PAT ini ya, karena sebenernya bisa menjual bukunya juga kaaan...tapi anyway, penasaran banget sama buku ini. Udah dua BBI yang review ini dan dua2nya bilang bagus :)

    ReplyDelete