Wednesday, October 29, 2014

Panca Azimat Revolusi Jilid I

Panca Azimat Revolusi Jilid IPanca Azimat Revolusi Jilid I by Iwan Siswo
My rating: 4 of 5 stars

Indonesia akan bebas. Tentang soal ini, tentang halnja Indonesia akan mendjadi merdeka, tentang halnja Indonesia akan lepas dari negeri Belanda di kelak kemudian hari, tentang soal ini bagi kita tidaklah teka-teki lagi. Tiadalah teka-teki pula akan bebasnja negeri kita itu bagi tiap-tiap manusia jang mau mengerti riwajat, bagi tiap-tiap manusia, baik bangsa Indonesia maupun bangsa Belanda, jang mau bertulus hati. Seluruh riwajat dunia, seluruh riwajat manusia jang berpuluh-puluh abad itu, tidak adalah menundjukkan satu rakjat yang terdjadjah selama-lamanya. Seluruh riwajat manusia itu malahan adalah saban-saban kali menundjukkan mendjadinja mereka rakjat-rakjat dan negeri-negerinja jang tadinya terkungkung.--Indonesia Menggugat: Pledoi Bung Karno di Hadapan Pengadilan Kolonial Belanda, 1930.

Di depan Gedung Pengadilan Bandung.
Ki-ka: Maskoen, Gatot Mangkoepradja, Soekarno,
Mr Sartono, Mr Soejoedi, Mr Sastromoeljono, dan Soepriadinata
Pledoi yang ratusan halaman panjangnya. Daripada membacanya, mungkin lebih menggetarkan hati apabila mendengarkan langsung suara Soekarno, meskipun berjam-jam lamanya, dan meskipun mungkin aku bakal melongo bila mendengar setiap bagian yang menggunakan bahasa Belanda. Yah, penggunaan selipan bahasa Belanda di Indonesia zaman itu sama wajarnya dengan penggunaan selipan bahasa Inggris pada zaman sekarang.

Pada Jilid I buku Panca Azimat Revolusi, naskah pledoi Indonesia menggugat ini hanya salah satu dari empat tulisan, risalah, pembelaan dan pidato Soekarno yang ada. Sisanya adalah Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (Suluh Muda Indonesia, 1926), Mentjapai Indonesia Merdeka (1933), dan Lahirnya Pantja Sila (1945).

Khusus ilustrasi sampul buku ini, rupanya diambil dari foto yang satu ini:

Yang versi gambarnya juga pernah digunakan untuk cover majalah Time:


Memang kamiorang berdiri di hadapan mahkamat Tuan-tuan ini bukanlah sebagai Soekarno, bukanlah sebagai Gatot Mangkoepradja, bukanlah sebagai Maskoen atau Soepriadinata,--kamiorang berdiri di sini sebagai bagian-bagian daripada rakjat Indonesia jang berkeluh kesah itu, sebagai putera-putera Ibu-Indonesia jang setia dan bakti ke_padanja. Suara jang kami keluarkan di dalam gedung mahkamat sekarang ini, tidaklah tinggal di antara tembok dan dinding-dindingnya sahadja,--suara kami ini adalah didengar-dengarkan pula oleh rakjat jang kami abdii, mengumandang ke mana-mana, meintas-lintasi tanah datar dan gunung dan samodra, ke Kota-Radja sampai ke Fak-Fak, ke Oeloesiaoe-dekat-Manado sampai ke Timor. Rakjat Indonesia jang mendengarkan suara kami itu, adalah merasa mendengarkan suaranja sendiri.

Putusan Tuan-tuan Hakim atas usaha kamiorang, adalah putusan atas usaha rakjat Indonesia sendiri, atas usaha Ibu-Indonesia sendiri. Putusan bebas, rakjat Indonesia akan bersukur, putusan tidak bebas, rakjat Indonesia akan tafakur.

Kami memudjikan Tuan-tuan mempertimbangkan segala hal-hal ini. Dan sekarang, di dalam bersatu-hati dengan rakjat Indonesia itu, di dalam bakti dan bersudjud kepada Ibu-Indonesia jang kami tjintai itu,--di dalam kepertjajaan bahwa rakjat Indonesia dan Ibu Indonesia
akan terus nanti mendjadi mulia, nasib jang bagaimanapun djuga mengenai kami, maka kami siap-bersedia mendengarkan putusan Tuan-tuan Hakim!

View all my reviews

No comments:

Post a Comment