Saturday, November 1, 2014

The Eagle Has Landed

The Eagle Has Landed (Liam Devlin, #1)The Eagle Has Landed by Jack Higgins
My rating: 4 of 5 stars

Minggu lalu, aku menonton film David Ayer terbaru yang berjudul Fury. Sudah lama aku tidak menonton film dengan tema Perang Dunia II, apalagi yang sudut pandangnya murni dari satu pihak saja. Setelah selesai menonton kisah tentang para prajurit AS, yang menunjukkan bahwa sebaik dan sesaleh apapun mereka, dapat berubah menjadi monster di medan perang dan membantai para prajurit Jerman tanpa pandang bulu (mau Gestapo, SS, Wehrmacht, atau anak-anak yang tergabung dalam Hitlerjugend, pokoknya kill or be killed!), aku malah ingin menonton film atau membaca buku tentang Perang Dunia II dari sudut pandang prajurit Jerman.

Karena itulah aku membaca ulang buku karya Jack Higgins ini, yang juga salah satu novel PD II favoritku (selain The Guns of Navarone). Dan setelah menyadari tahun pertama terbitnya, ya sudahlah, sekalian saja kutambahkan sebagai bagian dari event BBI bulan ini:

Tema 1st Published on The Year You Are Born
Mengapa buku ini menjadi salah satu buku perang favoritku?

1. Tokoh protagonisnya tentara Jerman

Aku sudah terlalu banyak membaca novel atau menonton film Perang Dunia II yang tokoh protagonisnya orang AS atau Inggris. Dan kebanyakan para tentara Jerman dalam novel atau film itu digambarkan secara satu dimensi. Nazi. Pokoknya jahat. Sekian.

Padahal kenyataan dalam setiap perang, di masing-masing pihak yang terlibat selalu ada good people dan bad people. Kita tidak bisa menyamaratakan setiap orang, bahkan satu negara, hanya dengan memandang siapa pemimpin negaranya.

Fokus utama novel ini adalah tim pasukan khusus Jerman, yaitu Letkol Kurt Steiner dan pasukan para di bawah pimpinannya. Letkol Steiner dan anak buahnya adalah war decorated heroes yang telah terjun dalam berbagai medan perang termasuk di Eastern Front yang ganas. Namun karena mereka ikut campur menolong seorang gadis Yahudi kabur dari para prajurit SS yang sedang mengumpulkan kaum Yahudi untuk dikirim ke kamp konsentrasi, mereka dijatuhi hukuman militer: misi menyerang kapal Sekutu di Selat Inggris dengan menunggangi torpedo a'la kamikaze. Hukuman mati terselubung sebenarnya. Mereka dibebaskan dari hukuman untuk menjalankan misi lain: menculik PM Winston Churchill dari rumah peristirahatannya di Norfolk, Inggris.

2. Berdasarkan kisah nyata

Penulisan novel ini berawal dari Jack Higgins yang ketika sedang melakukan riset di Norfolk, Inggris, untuk artikel majalah, malah tak sengaja menemukan makam seorang Letnan Kolonel Kurt Steiner dan 13 orang pasukan para Jerman yang gugur dalam tugas pada tanggal 6 November 1943. Menurut Jack Higgins, setidaknya lima puluh persen dari novel ini adalah fakta sejarah yang terdokumentasi. Kita sebagai pembaca dipersilakan menduga-duga, bagian mana yang hanya spekulasi dan fiksi.

3. Story

Dimulai setelah Otto Skorzeny berhasil melakukan misi yang semula dianggap mustahil, yaitu membebaskan mantan diktator Italia, Benito Mussolini, dari penahanan di Gran Sasso. Terinspirasi oleh keberhasilan tersebut, Hitler yang didukung Himmler (komandan militer SS), memerintahkan Canaris (kepala intelijen militer) mengkaji kemungkinan untuk menangkap Winston Churchill (hidup atau mati), untuk menimbulkan demotivasi di pihak Sekutu, atau sebagai senjata negosiasi.

Canaris sebenarnya menganggap perintah itu tidak masuk akal dan berharap Hitler bakal segera lupa, tapi karena tahu Himmler bakal tetap ingat, setidaknya ia menugaskan anak buahnya, Kolonel Radl, untuk melakukan kajian.

Di luar dugaan, ternyata terdapat kemungkinan rencana itu bisa dilaksanakan. Berdasarkan informasi dari salah satu mata-mata di Inggris, Churchill akan berada di wilayah pedesaan Norfolk pada awal November 1943. Radl pun menyusun skema detail  untuk menangkap Churchill dan membawanya ke Jerman. Sayangnya setelah skema final jadi, Canaris meminta Radl membatalkannya. Namun, entah mengapa Himmler bisa tahu dan memerintahkan Radl menjalankan rencananya, sekaligus memberikan katebelece bertanda tangan Hitler kepada Radl, yang memungkinkan Radl punya kuasa untuk melakukan apa saja dan meminta bantuan siapa saja di kalangan militer Jerman untuk mensukseskan misi rahasianya.

Radl merekrut Liam Devlin, seorang teroris IRA yang terdampar di Berlin untuk menjadi penghubung utama di lokasi misi. Ia juga merekrut tim Letkol Kurt Steiner sebagai pelaksana misi dengan membebaskan mereka dari hukuman militer di Selat Inggris. Terlepas dari catatan militer yang cemerlang, tim Steiner terpilih karena latar belakang Kurt Steiner yang berdarah separuh Amerika dan pernah menjalani pendidikan di Inggris, sehingga bahasa Inggrisnya fasih.

Berdasarkan informasi intelijen, lokasi peristirahatan Churchill di Norfolk biasa menjadi tempat latihan pasukan Inggris maupun pasukan Sekutu lainnya. Karena hanya beberapa orang dari tim Steiner yang bisa berbahasa Inggris, maka diputuskanlah mereka terjun ke Norfolk dengan menyamar sebagai pasukan Polandia yang datang untuk berlatih. Tapi karena mematuhi Konvensi Den Haag tentang larangan bagi tentara untuk menggunakan seragam lawan dan kalau sampai tertangkap akan diperlakukan dan dihukum sebagai mata-mata dan bukan tentara, maka Letkol Steiner dan anak buahnya tetap mengenakan seragam tentara Jerman di balik seragam Polandia mereka.

Setelah persiapan berminggu-minggu, tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Tim khusus Steiner sukses mendarat di Inggris dengan kode: The Eagle Has Landed.

Bagaimana perkembangan misi berlanjut setelah tim sampai di tujuan? Kurekomendasikan agar kisah ini lebih baik dibaca sendiri, karena... serunya itu lebih dapat kalau kita baca sendiri bukunya!

4. Storytelling

Gaya penulisan Jack Higgins akan membuat kita merasa yakin bahwa, seabsurd apapun ide ceritanya, kisah ini benar-benar terjadi.

Pelaksanaan misi dituturkan secara detail, sejak Kolonel Radl mengumpulkan informasi intelijen, menyusun skema, mengumpulkan kru, sampai dengan "The Eagle Has Landed" di pantai Norfolk, Inggris.

Karakter para tokohnya juga diungkap bukan dengan narasi, tapi dengan ucapan dan tindakan mereka. Mau tak mau, sadar atau tidak sadar, pembaca akan merasa simpati dan empati pada Kurt Steiner dan anak buahnya. Pembaca juga akan tertarik pada karakter Liam Devlin, teroris IRA yang daredevil dan charming in a strange way (novel ini menjadi novel pertama dari serangkaian novel dengan Liam Devlin sebagai anchor-nya).

Dan yang lebih mengesankan lagi, pembaca jadi terdorong untuk mendukung misi Kurt Steiner cs (menculik atau membunuh PM Churchill!) ini dan mengharapkan keberhasilan mereka! How cool is that?

Para pembaca zaman sekarang mungkin jarang yang mengenal Jack Higgins, tapi pada masanya, ia adalah thriller master yang karya-karyanya pantas bestseller! Dan ada masanya juga, aku rajin membaca dan mengoleksi karya-karyanya.

5. Film

Pertama kali aku membaca novel ini adalah versi terjemahan terbitan Gramedia (tahun 1978) yang kutemukan di taman bacaan waktu aku masih SMP:

Tapi sebenarnya, sebelum menemukan dan membaca novel ini, aku sudah terlebih dahulu menonton filmnya melalui media video Betamax waktu masih SD. Maklumlah, ayahku penggemar film-film perang, dan otomatis aku juga jadi ikut menonton film-film perang yang disewa. Ceritanya yang sedikit beda dari film-film perang lainnya (yang American atau British minded) membuatnya memorable, sehingga aku langsung teringat ketika menemukan versi novelnya (tapi jelas membaca bukunya jauh lebih asyik!).


Versi filmnya hanya rilis satu tahun setelah novel ini terbit dan mendadak bestseller, disutradarai oleh John Sturges (The Magnificent Seven, The Great Escape). Castingnya sendiri aktor-aktor yang mumpuni dan terkenal sampai saat ini:
Michael Caine sebagai Kurt Steiner, dalam seragam Jerman dan Polandia
Robert Duvall sebagai Kolonel Radl
Donald Sutherland sebagai Liam Devlin


View all my reviews

2 comments:

  1. eerr, pernah punya pengalaman baca buku tentang perang tapi nggak selesai karena nggak mudeng. entah karena tulisannya atau pemahamanku yang nggak nyampe. tapi liat review ini jadi pengen baca buku ini.. :D nice review mbak (y)

    oiya, buku yang kubaca nggak selesai itu 'burial in the cloud' tentang PDII juga, tapi settingnya di jepang.. heheee..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau buku perangnya cenderung ke drama mungkin memang agak berat ya.

      Tapi ranah buku ini lebih ke action sih, jadi menurutku pacenya cepat dan asyik saja, kok.

      Delete