Monday, February 29, 2016

A Walk Among The Tombstones

Judul : A Walk Among The Tombstones

Penulis : Lawrence Block

Penerbit : Orion, 2014

Tebal : 339 halaman

Dibeli di : Lapak Periplus FX Senayan

Dibeli tanggal : 20 Februari 2016

Harga beli : Rp. 71.000,-

Dibaca tanggal : 28 Februari 2016

Lokasi baca : Tanjung Lesung

Sinopsis :
Private eye Matt Scudder is investigating a very unusual kidnapper. Big-time dope dealer Kenan Khoury is a wealthy man, and it comes as no surprise when his wife, Francine, is kidnapped and a ransom demanded. Kenan pays up and his wife is duly returned to him --- in small pieces, left in the boot of an abandoned car. 

Soon Scudder is on a trail of a pair of ruthlessly sadistic psycopaths whose insanely cruel games have only just begun...


Review :
Ini buku karya Lawrence Block pertama yang kubeli dan kubaca. Jujur saja, aku tertarik untuk membelinya hanya karena buku ini masuk bargain books Periplus, dan aku memang suka mengumpulkan buku dengan cover film. Padahal aku tidak tertarik untuk menonton versi filmnya, karena keburu bosan melihat Liam Neeson main film action dengan tema serupa tapi tidak sama dan karakter yang serupa tapi tidak sama pula.

Dan tema buku ini? Penculikan! Whoa... Taken alert!

Tapiiii... ternyata buku yang tidak sengaja kubawa buat bekal acara outbond kantor ini ternyata menarik, dan akhirnya habis kubaca dalam sekali duduk. Kenapa? It's very gripping, That's why.

Tokoh-tokohnya tidak biasa.

Tokoh utamanya, Matt Scuder, mantan polisi yang alih profesi menjadi detektif swasta tanpa lisensi. Dari serialnya, ini adalah buku kesepuluh. Latar belakangnya dan lingkungan pertemanannya dengan pihak-pihak yang kurang lazim membuatku bertanya-tanya dan penasaran dengan buku-buku sebelumnya. Sebagai mantan alkoholik, kadang-kadang ia bertemu dengan orang-orang tak biasa di pertemuan AA, dan dari sanalah ia tanpa sengaja terlibat dalam kasus ini...

Klien yang menyewa Matt Scuder, Kenan Khoury, juga bukan orang biasa. Sebagai bandar narkoba yang tak pernah tersentuh hukum, kasus penculikan/pembunuhan istrinya tidak bisa dilaporkan kepada polisi, hingga ia meminta bantuan Scuder, dengan tujuan yang jelas: membunuh mereka. Apa jawaban Scuder? Ya.

Wow.

Karakter dalam buku ini jelas lebih banyak abu-abunya daripada putih ataupun hitam. Apakah Scuder terlibat dalam kejahatan terencana dengan membantu Kenan melacak para penculik/pembunuh istrinya, dengan mengetahui apa yang akan terjadi pada para pelaku kejahatan itu seandainya mereka ditemukan?

Apakah Kenan yang berprinsip bahwa ia berjual beli narkoba dalam kuantitas besar sebagai pedagang murni, hanya sepanjang ada permintaan dan penjualan, tanpa benar-benar mengedarkan narkoba pada konsumen hilir, adalah penjahat kelas kakap? Pantaskah bila istrinya mati dalam keadaan terpotong-potong kecil untuk itu?

Penyelidikan Scuder membawanya kepada kenyataan bahwa para penculik/pembunuh itu telah beraksi sebelum kasus istri Kenan. Bedanya, sebelumnya mereka melakukannya untuk sekedar hobi dan bersenang-senang. Sekarang, mereka sengaja mengambil keuntungan komersial dari sana. Penculikan yang menghasilkan uang! Korbannya? Tentu saja para penjahat kerah putih yang tak mungkin melaporkan kasusnya ke polisi! Dan setelah uang diperoleh, tak usah menepati janji. Perkosaan, penyiksaan, pembunuhan, mutilasi, tetap jalan terus! Double bonus!

Tegangan semakin tinggi ketika para pelaku kembali melakukan penculikan, dan kali ini yang menjadi korban adalah anak gadis seorang mantan gangster Rusia. Berpacu dengan waktu, dengan bantuan mantan rekan di kepolisian dan teman-teman baru di dunia bawah tanah termasuk para hacker jaman awal 90-an (setting buku ini), Scudder harus segera menemukan para psikopat itu.

Ya. Tema cerita ini cukup lazim untuk cerita detektif/thriller.

Yang tidak lazim memang tokoh-tokohnya. Termasuk motivasi para pelakunya yang sama sekali tidak menganggap korbannya sebagai manusia begitu mereka masuk ke dalam wilayah kekuasaannya.

Dilema moralnya, apakah Scudder akan membiarkan kliennya membunuh para pelaku kejahatan? Atau sepanjang perbuatan mereka memang sepantasnya diganjar hukuman mati, siapa yang lebih pantas menjadi algojonya selain keluarga korban? Dan apakah sang klien benar-benar sanggup melakukan pembunuhan?

Pilihan dan keputusan yang diambil para tokoh di novel yang mencekam ini membuatku pada akhirnya berseru "Yes!" tanpa lagi memikirkan dilema moralnya.


Verdict:


Under The Skin

Judul : Under The Skin

Penulis : Michel Faber

Penerbit : Mariner

Tebal : 319 halaman

Dibeli di : Lapak Periplus FX Senayan

Dibeli tanggal : 20 Februari 2016

Harga beli : Rp. 65.000,-

Dibaca tanggal : 27 Februari 2016

Lokasi baca : Antara Jakarta - Tanjung Lesung

Review :

Isserley always drove straight past a hitch-hiker when she first saw him, to give herself time to size him up. She was looking for big muscles: a hunk on legs. Puny, scrawny specimens were no use to her.

Paragraf pertama novel ini terasa sangat kuat, karena langsung menarik perhatian dan menimbulkan pertanyaan. Siapakah Isserley? Mengapa ia mengincar hitchhiker, khususnya hitchhiker laki-laki yang berpostur kuat dan gagah?

Coba bayangkan adegan ini:
Anda seorang laki-laki yang sedang putus asa mencari tebengan di pinggir jalan raya yang sepi dalam cuaca yang buruk. Bagaimana reaksi Anda bila sebuah mobil menepi, dan pengendara yang menawarkan tebengan ternyata perempuan cantik dan seksi bak Scarlett Johansson? Apakah Anda akan langsung menerima tawarannya, melompat masuk ke dalam mobil tanpa berpikir panjang lagi? Sebagian besar jawabannya: TENTU SAJA IYA!

Scarlett Johansson sedang mencari mangsa...

Yah, kalau Anda belum membaca buku ini atau menonton versi filmnya yang rilis tahun 2013, ada baiknya segera meninggalkan laman ini, karena:

Soalnya aku lagi kepingin membahas sedikit detail, yang ujung-ujungnya tentu saja membandingkan versi novel dan versi filmnya.


1. Siapakah Isserley?

Saat membaca buku ini, lupakan dulu sosok Scarlett Johansson, yang di versi film tidak diberi nama, cuma disebut The Female saja. Terus terang, karena aku sudah menonton versi filmnya dulu (tanpa mengetahui bahwa film itu adaptasi dari novel), pada awalnya aku jadi agak susah klik dengan deskripsi karakter utama yang bernama Isserley ini.

Novel ini dituturkan dari sudut pandang Isserley, perempuan misterius yang kerjaannya setiap hari berkeliaran dengan Toyota Corolla butut di jalan raya sepi dataran tinggi Skotlandia, mencari para lelaki gagah yang butuh tebengan.

Tapi selain itu, pembaca juga mendapat sudut pandang dari para penebeng di mobil Isserley. Dan jelas, gambaran mereka atas penampakan perempuan pemberi tebengan sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan Scarlett Johansson. Bertubuh kecil, pendek, dengan tangan dan jemari yang kurus dan kasar. Wajahnya tirus, dengan sepasang mata besar yang tampak semakin besar di balik kaca mata lensa tebalnya. Satu-satunya kelebihan perempuan aneh itu yang paling menonjol adalah sepasang payudaranya yang besar, yang sengaja dipamerkan dengan pakaian yang terlalu terbuka di bagian dada.

Yap. Sepasang payudara itulah yang menjadi senjata utama Isserley untuk menarik perhatian para lelaki yang masuk ke dalam mobil.

Jadi, siapakah Isserley? Pilih salah satu jawaban di bawah ini:
a. Predator yang menjerat lelaki demi petualangan seks kilat
b. Predator yang menjerat lelaki tanpa ada hubungannya sama sekali dengan seks


2. Mengapa Isserley mengincar lelaki bertubuh besar, sehat, dan kuat?

Pertama-tama, jawaban pertanyaan di atas itu adalah b.

Iya, Isserley sengaja memamerkan payudaranya, hanya supaya para lelaki yang masuk ke mobilnya mereka menjadi lengah dan mau banyak bicara. Dengan demikian, ia bisa mengorek informasi lebih lanjut, yang pada intinya: adakah orang yang akan menyadari dan mencari bila si lelaki tiba-tiba lenyap tak ketahuan rimbanya?

Isserley adalah seorang predator, pemburu, dalam arti yang paling harfiah.

Baginya, lelaki bertubuh besar, sehat dan kuat adalah... bahan makanan berkualitas unggul.

Jadi, pertanyaan berikutnya adalah, apakah Isserley sebenarnya?
a. Kanibal di dunia modern.
b. Alien dari dunia lain.

Dan jawabannya?


3. Alien, tentu saja.

Sejatinya, kalau dilihat dari sudut pandang kita, Isserley bukan manusia. Tapi kalau kita dibawa ke sudut pandang Isserley, dialah yang manusia, sedangkan kita tak lebih dari binatang buruan, bahan makanan. Bagi kaumnya, makhluk berkaki dua seperti manusia berada pada tingkatan yang lebih rendah. Iya, ras Isserley berkaki empat dan berekor. Dari deskripsi Isserley tentang laki-laki bangsawan dari kaumnya yang konon sangat tampan, dengan bulu hitam mengilap, entah kenapa yang terbayang malah anjing ras doberman pinscher raksasa.

Demi menjadi pemburu vodsel (istilah mereka untuk kita), Isserley harus menjalani operasi bedah yang traumatik. Ekor dipotong, tulang belakang diluruskan dengan kaki belakang sehingga posturnya menjadi mirip vodsel yang berkaki dua, kelenjar susu di perut dilenyapkan, buah dada palsu ala vodsel betina dipasang, rambut dan bulu yang indah dicukur habis. Yang jelas, aku belum bisa membayangkan sosok asli Isserley yang konon sangat cantik untuk ukuran kaumnya itu seperti apa. Mirip anjing pudel? Atau collie?

Hasil tangkapan Isserley dikumpulkan di sebuah peternakan terpencil di Skotlandia, di mana para korban diproses: dilucuti semua pakaiannya, dibersihkan, dan dipotong organ yang tak penting seperti lidah dan testikelnya, lantas digemukkan. Pada akhirnya, disembelih dan dibuat fillet untuk kemudian dikirim ke kampung halaman via pesawat kargo antariksa sebagai bahan makanan mewah yang harganya selangit.

Tentu saja, bagiku yang sudah pernah membaca cerita scifi tentang alien yang memangsa dan memasak manusia seperti di Old Man's War-nya John Scalzi, pertanyaan yang benar-benar mengusik adalah kenapa sih Isserley harus berburu sendirian secara diam-diam, demi menangkap manusia satu demi satu, dan berusaha jangan sampai perbuatannya diketahui oleh manusia? Benar-benar tidak efektif dan efisien. Bukankah kalau mereka ras yang lebih unggul dengan teknologi yang jauh lebih canggih, mereka bisa saja menangkap manusia dalam jumlah besar, lantas membuat peternakan manusia untuk produksi daging secara masal?

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mungkin ras alien ini mencari jalan aman. Bisa jadi kalau manusia sampai sadar ada makhluk berintelejensi lain yang memandang mereka sebagai bahan baku makanan, bakal ada perlawanan dan jatuhnya ke perang antar planet. Repot deh. Mendingan diam-diam saja. Lagipula, kalau sampai pasokan daging manusia meningkat drastis, harganya bisa jatuh karena tidak lagi langka. Memang menjelang akhir novel, perusahaan yang membawahi Isserley mulai meminta pasokan ditingkatkan, dengan pesanan tambahan untuk mulai menyediakan vodsel betina, khususnya yang masih memiliki banyak telur (sampai di sini yang kepikiran malah hidangan kaviar atau telur ikan salmon). Tapi sampai saat itu pun, sama sekali belum tersirat keinginan untuk ekspansi produk secara besar-besaran.


4. Lalu, inti cerita alien pemburu manusia ini apa?

Well, secara permukaan saja, dengan membaca cerita dari sudut pandang Isserley, kita bisa menganggap buku ini sebagai memoar seorang (?) alien perempuan dari kasta terendah di planetnya yang gersang, di mana air dan oksigen begitu langka hingga harus dibeli. Ia terpaksa bekerja sebagai pemburu bahan makanan langka di planet yang jauh (namun dengan air dan oksigen yang berlimpah!), dan demi pekerjaan baru itu terpaksa mengalami penderitaan dengan perubahan fisik yang menyakitkan. Sebagai pemburu profesional, strategi yang digunakannya mirip pembunuh berantai, yang berprinsip jangan sampai perbuatannya ketahuan dan terendus pihak berwajib. Tapi bahkan seorang pemburu handal yang sangat berhati-hati pun bisa terpeleset dan salah memilih calon korban, yang berani-beraninya mencoba memperkosanya. Trauma atas kejadian tersebut membuat Isserley terganggu secara psikologis sehingga mempengaruhi pekerjaannya sehingga ia kurang berhati-hati dalam memilih korban berikutnya. Belakangan, setelah mengetahui bahwa posisinya dalam perusahaan tidak istimewa karena bisa digantikan oleh siapa saja kapan saja, Isserley mulai mempertanyakan tujuan hidupnya di bumi.

Dari sisi lain, mungkin saja ada yang berpendapat buku ini membawa agenda vegan. Meskipun pekerjaannya berburu vodsel, Isserley bukan pemakan daging. Dan dari sekilas info kampung halaman, kabarnya mulai bermunculan berbagai penyakit aneh dan baru yang diderita para pemakan daging vodsel. Mungkin seharusnya Isserley mengecek dulu data kesehatan para lelaki yang masuk ke dalam perangkapnya?

Isu lain yang mungkin diusung adalah kesetaraan hak hidup. Ada adegan di mana Amlis Vess---anak pemilik perusahaan yang mempekerjakan Isserley---yang sedang berkunjung incognito mempertanyakan apakah makhluk berkaki empat yang ada di sekitar peternakan, yang disebut domba, bisa dimakan. Isserley jadi histeris, karena baginya domba nyaris setara dengan ras mereka (karena berkaki empat dan berekor) sehingga ide untuk memakan domba benar-benar tak boleh dipikirkan. Dari sisi kita, mungkin seperti isu tentang memakan daging makhluk berkaki dua seperti monyet, orangutan, simpanse, atau gorila. Mengapa wajar saja jika kita memakan daging makhluk berkaki empat seperti sapi, rusa, dan domba, tapi tidak lazim jika memakan daging makluk berkaki dua yang secara DNA nyaris sama dengan manusia?

Sisi berikutnya yang bisa jadi bahan diskusi adalah adanya pembalikan peran di novel ini, di mana sosok perempuan yang kelihatan lemah sebenarnya predator yang berburu laki-laki. Penggambaran adegan perburuan Isserley, yang dimulai dari penilaian Isserley dari sisi fisik hingga faktor keamanannya (laki-laki tanpa keluarga, teman, atau pekerjaan), disertai dengan penilaian calon korban terhadap penampilan fisik Isserley. Ada sebagian calon korban yang bisa melihat kalau wujud Isserley memang agak aneh dan mencurigakan, tapi ada juga yang tidak peduli terutama karena penampakan payudara montok yang bisa membuat pikiran jadi kurang jernih! Jadi, para lelaki, berhati-hatilah. Jangan sembarangan menerima tawaran tebengan dari perempuan muda yang menyetir mobil sendirian, meskipun perempuan itu secantik Scarlett Johansson!


5. The Movie

Bicara tentang Scarlett Johansson, berarti kita kembali bicara tentang versi filmnya, yang terus terang saja sangat berbeda dengan novelnya, dan di sini kita bukan hanya bicara tentang wujud karakter utamanya.

Dalam versi film, sang alien yang wujudnya tidak jelas digambarkan "mengenakan kostum" manusia serupa Scarlett Johansson, yang secara harfiah mewujudkan judul Under The Skin. Secara prinsip, pekerjaan sehari-hari si alien persis seperti Isserley, memberi tebengan pada lelaki yang kurang waspada dan terlalu mudah terpesona pada penampakan luar si alien predator. Dan, setelah si alien membawa sang lelaki ke sarangnya, selalu ada adegan surreal tidak jelas di mana si alien membuka pakaian sepotong demi sepotong, memancing dan memesona calon korban yang tanpa busana hingga terangsang dan tenggelam dalam kolam sehitam tinta yang tanpa dasar.


Pertanyaan bagi penonton awam sepertiku, bagaimana nasib para korban selanjutnya? Apakah adegan itu merupakan simbol bahwa mereka sedang dimangsa atau bagaimana? Sama sekali tidak ada gambaran yang resmi seperti dalam versi novelnya, di mana mereka diproses secara mekanis dan higienis untuk dijadikan irisan daging yang mahal harganya. Tapi, mungkin, secara lambat laun, kita mengikuti perjalanan si alien yang dalam pergaulannya di dunia manusia, mempelajari kehidupan manusia, dan mungkin, hanya mungkin, menjadi manusia, meskipun hanya sebentar.


Verdict :




Wednesday, February 17, 2016

Bo Confidential: The Secret Files of America's First Dog

Judul : Bo Confidential

Sub Judul : The Secret Files of America's First Dog

Penulis : Bo Obama (seperti yang dikisahkan pada editor MAD Magazine)

Ilustrator : Tom Richmond

Penerbit : Running Press, 2009

Tebal : 96 halaman

Dibeli di : Lapak Books & Beyond Plaza Semanggi

Dibeli tanggal : 13 Februari 2016

Harga beli : Rp. 125.000,- Rp. 35.000,- Rp. 10.000,-

Review :
Pokoknya percaya saja deh, kalau yang menulis buku ini adalah seekor anjing. Bukan anjing biasa, tapi peliharaan President of the United States (POTUS). Namanya Bo Obama, lengkapnya Bo Saddam Obama. Asal-usul nama tengahnya mungkin supaya bisa saling melengkapi dengan nama tengah POTUS. Mungkin lho.

Buku ini berisi laporan 148 hari Bo setelah terpilih jadi anjing nomor satu di AS, berisi informasi "anjing dalam" tentang kehidupan sehari-hari di Gedung Putih dari POV Bo.

Banyak humor dan gag ala MAD Magazine di sini, nyaris berupa guyonan halus (atau kasar ya sebenarnya?) tentang POTUS dan orang-orang di sekitarnya, baik itu keluarga, Secret Service, Joe Biden, dan lain-lain. Semua disentil dan disikat.

Misalnya saja, POTUS (Bo menyebutnya Prez) memilih Bo sebagai peliharaan karena... telinga Bo lebih besar dari telinganya. Atau POTUS menggunakan Bo sebagai kambing hitam waktu konpers, pas ditanyai tentang mana Economic Recovery Plan-nya, dengan menjawab, "Uhh, my dog ate it."

Gerundelan lain Bo yang cukup kocak misalnya waktu di Hari Ke-30, ia mulai mempertanyakan ketidakkonsistenan POTUS:

How come the Prez ran on the slogan of "Yes, We Can", but every time I want to do something, like play ball with the girls in the Oval Office, the answer is always "No, You Can't"?!

Sebagai anjing orang penting, banyak suka-duka yang dialami Bo. Kesepian, tidak bisa seenaknya jalan-jalan sekitar rumah atau meminta si tuan mengajak jalan-jalan (kalaupun terlakoni, tentu didampingi segerombolan Secret Service). Sukanya, ada 35 kamar mandi di Gedung Putih, jadi dalam satu bulan bisa minum dari toilet yang berbeda-beda!

Banyak hal juga yang dipelajarinya sejak datang di Gedung Putih, dan dibocorkannya pada kita. Sebagai anjing ibukota, ia menyadari bahwa Washington DC penuh dengan orang-orang hipokrit. Tentunya bila dipandang dari ketidakadilan yang dirasakannya secara pribadi.

Waterboarding is considered torture, but a choke chain on me is perfectly fine!
They yell at me if I have an accident on the rug, but whenever some decrepit old senator comes over and does the some thing, no one says a word!
At the dinner table I'm not allowed to beg, but the guy from AIG shows up and gets a billion dollars!

Tapi bukan cuma POTUS yang jadi majikannya, Bo juga menyentil POTUS-POTUS sebelumnya. Misalnya:

Last night the President put his foot down and told me that I am not allowed to sleep in his bed. That seemed pretty unfair. But then I heard that when they were in the White House, Hillary had the same policy with Bill.

Atau:

It occured to me that the one place George W. Bush didn't look for WMDs was on the White House Grounds. So I've taken it upon myself to dig up the South Lawn and look for them. At least that's my story if the gardener complains--and I'm sticking to it.

Hilarious. And, oh, a very special bark for you, Bo!

Thursday, February 11, 2016

Watching Deadpool


Setelah penantian yang terasa begitu lama, akhirnya kesampaian juga nonton film yang satu ini.


Lokasi : Cinemaxx Plaza Semanggi

Hari / Tanggal : Rabu / 10 Februari 2016

Jam Tayang : 06:45 PM

Harga Tiket : Rp. 30.000,-

Studio : 3

Kursi : F - 14

Trailer (sesuai urutan) :
- Batman vs Superman : Dawn of Justice
- X-Men : Apocalypse
- Captain America : Civil War 


Seperti label posting ini, ini bukan review, tapi sekedar curcol setelah menonton versi live-action alias adaptasi film dari komik Deadpool. Seperti biasa, pertanyaan sejuta umat dari setiap film hasil adaptasi novel/komik: seberapa setia pada versi aslinya?

Pertama-tama, kudos untuk Ryan Reynolds cs yang sudah berjuang keras bertahun-tahun untuk mewujudkan film Deadpool dengan hasil yang setia, atau setidaknya mendekati, versi komiknya. Bagaimanapun, tetap saja ada deviasi yang sepertinya disengaja demi plot cerita.

Eh, tunggu, memang ada plot-nya?

Ada sih, tapi jujur saja, plotnya sangat sederhana. Origin story standar yang ada sekedar untuk menjustifikasi aksi Deadpool.

Boy meets girl. Wade Wilson, mantan tentara special force yang jadi mercenary, bertemu dengan Vanessa, love of his life. Tragedi memisahkan mereka: Wade menderita kanker. Demi Vanessa, diam-diam Wade mengikuti program eksperimen yang konon selain bisa menyembuhkan kanker juga mungkin bisa memberinya kekuatan superhero. Tapi program itu ternyata bertujuan untuk membentuk superslave yang akan dijual ke penawar tertinggi. Wade lolos, sembuh dari kanker karena kekuatan super yang diperoleh dari eksperimen, namun penampilannya hancur. Ia pun mencari biang kerok program itu, Ajax, untuk membalas dendam dan mengembalikan wujud aslinya.

Ringkasan plot ini bukan spoiler, kok, karena siapapun yang pernah menonton trailernya pasti minimal tahu garis besarnya.

Berikutnya, seperti halnya kalau kita menonton film (adaptasi ataupun bukan), ada saja up dan down-nya. Here we go...


The Ups

1. The Humor
Humornya khas spoof movie banget, dan sudah dimulai sejak menit pertama opening credit. Kita tidak bakal disuguhi nama-nama pemain, produser, atau penulis naskah sama sekali. Buat yang biasa melihat video "honest trailer" di youtube mungkin bisa kebayang modelnya seperti apa. Selanjutnya, hampir setiap menit ada saja joke-nya, baik verbal maupun nonverbal, yang bisa jadi lucu, garing, atau tidak lucu, tergantung selera humor penonton. Kebanyakan verbal jokes keluar dari mulut Wade Wilson/Deadpool, membuat Ryan Reynolds kebagian paling banyak dialog. Wajar saja sih, karena Deadpool terkenal sebagai...

2. The Merc with a Mouth
Bahkan sebelum jadi Deadpool sekalipun, tokoh utamanya sudah cerewet, bikin orang gatal ingin menyumpal mulutnya, atau menjahit mulutnya (deja vu!!!). Thank God tragedi X-Men Origins; Wolverine tidak diulang di sini. Dan sesuai karakter Deadpool di komik yang sadar betul kalau dia cuma tokoh komik, di film pun dia sadar betul kalau cuma tokoh film, karena dia tetap...

3. Breaking the Fourth Wall
Bicara langsung pada penonton? Check. Menggeser kamera supaya penonton tidak melihat adegan berdarah-darah? Check. Menyindir peran sendiri di film Green Lantern dan X-Men Origins: Wolverine? Check. Mempertanyakan Professor Xavier mana yang harus dihadapinya: McAvoy atau Stewart? Check. Menyindir studio yang pelit karena cuma bisa menyediakan 2 orang anggota X-Men? Check.
And many more. Tak lupa Deadpool juga selalu menyelipkan...

4. Pop Culture Reference
This. Bertebaran di mana-mana. Kadang ada yang kutahu, kadang ada yang aku nggak tahu Deadpool (atau tokoh lain) lagi ngomongin apa. Maklum, bisa jadi akunya yang kudet. Terus, kalau kebetulan aku tahu referensi yang dicetusin Deadpool, eh si Negasonic Teenage Warhead (satu dari 2 karakter X-Men yang dipinjamkan untuk film ini) malah ngomong, "Damn, you're old." Wadaw, ceceu, sakitnya tuh di siniiih... m(>.<)m

5. Do not take it seriously
90% film ini tidak ada serius-seriusnya. Kalaupun situasi kelihatan mulai agak serius, biasanya Deadpool sendiri yang bikin situasi serius menjadi 100% tidak serius dengan segala tingkah yang sinting dan kadang-kadang bego. Bahkan saat adegan gore di mana Deadpool sibuk membantai lawan dalam misi "Where's Francis"-nya.

6. Other Characters
Bukan, bukan mau ngomongin cameo Stan Lee, tapi para karakter yang cukup rajin wara-wiri di sekitar Deadpool dalam versi komik, dimunculkan juga dalam versi film. Blind Al, yang aslinya "tawanan" Deadpool, di versi film menjadi roommate sukarela (kayaknya sih) berkat bantuan Craiglist (atau gara-gara ketemu di laundry, ya? I confused). Atau Weasel, yang di sini jadi sohib Deadpool. Atau Bob, si anggota pasukan H.Y.D.R.A. yang kadang diakui Deadpool sebagai teman, di sini numpang lewat sebagai mantan rekan Special Force Deadpool yang bekerja di pihak lawan. Aku mengharapkan munculnya Cable atau Domino. Well, mungkin lain kali.

7. The Romance
Film ini dirilis menjelang Hari Valentine dan digadang-gadang sebagai film romance, sebagaimana dipasarkan lewat poster semacam ini:


Dan... terlepas dari jalan cerita yang cukup berbeda dari versi komiknya, kisah cinta Wade dan Vanessa versi film memang co cweet, gitu. Penonton dibuat cukup peduli pada kelangsungan cinta mereka. Dan juga cukup peduli pada Deadpool yang kuatir kalau penampilan barunya yang cocok untuk main film horor bisa bikin Vanessa takut dan kabur, sehingga memilih tidak ketemu sama sekali.

8. The Ending Credit
Hilarious. Breaking the fourth wall, definitely. Dan sepertinya cukup optimis dengan hasil film ini ke depannya, untuk memberikan harapan pada penonton bahwa sekuelnya bakal dibikin. Sepertinya lho.


The Downs

1. The Censored Scenes
Begitu melihat LSI mengkategorikan film yang aslinya berating 'R' ini sebagai 17 Tahun Ke Atas, aku yakin bakal banyak adegan yang disensor. Masalahnya, waktu minggu lalu aku menonton The Hateful Eight yang digolongkan 21 Tahun Ke Atas saja, masih ada saja adegan yang kena babat gunting sensor. Yang hilang tentu saja adegan sex montage sepanjang tahun antara Wade-Vanessa. Atau adegan-adegan pembantaian Deadpool baik yang menggunakan pistol kaliber berat maupun katana. Beuh, padahal adegan film The Raid 2 yang lebih sadis saja tidak dipotong. Pilih kasih, ah.

Buat ibu-ibu di Amrik yang sempat meminta agar rating Deadpool diturunkan dari R ke PG13 dengan menghilangkan adegan seksnya, supaya anaknya bisa ikut nonton film ini, datang ke Indonesia saja, gih. Paling-paling yang bakal bikin terganggu adalah...

2. The Subtitles
Subtitle-nya cukup mengganggu. Terutama kalau terjemahannya tidak pas atau jauh ke mana-mana. Atau kalau terjemahannya pakai istilah KBBI yang jarang digunakan. Kata "merancap" misalnya... aku lebih biasa mendengar istilah "onani" atau "masturbasi" sih. Mungkin maksud semua itu untuk memperhalus terjemahan? Sepanjang film, aku berusaha keras untuk tidak memperhatikan teks terjemahan.

Hm... tidak banyak sih yang bikin down. Dan itu bisa terselesaikan kalau versi Blue-Ray nya sudah rilis nanti, toh film ini worth to re-watch meskipun kejutan-kejutannya bakal tidak terasa baru lagi.


Other Nitpicks
Tapi masih ada nitpick yang tidak penting sih, misalnya saja tentang Deadpool yang sudah sembuh kankernya berkat kemampuan regenerasi tapi tampangnya hancur gara-gara eksperimen. Versi aslinya sih, justru yang bikin penampilan Deadpool parah adalah kankernya yang sudah menyebar ke seluruh tubuh. Masalahnya, kankernya bersaing ketat dengan kemampuan regenerasinya yang diperoleh dari gen Wolverine via Program Weapon X, sehingga kondisi Deadpool bagaikan kanker berjalan.



Atau tentang Deadpool yang mengaku bukan hero, bahkan malas banget dipaksa-paksa Colossus buat bergabung dengan X-Men. Iya sih, kelakuannya yang tidak bisa dipegang membuat Deadpool tidak bisa dianggap hero, tapi kalau dilihat dari versi komiknya, yang jelas kelihatan sih Deadpool sebenarnya ingin diakui oleh para hero lain, sehingga ia kepingin bergabung dengan kelompok X-Men, bahkan ngidam berat kepingin jadi anggota Avengers. Malah para anggota X-Men dan Avengers yang keberatan kalau Deadpool mengaku-ngaku sebagai anggota, atau malah beneran jadi anggota (sementara sekalipun). Kenapa? Karena Deadpool selalu bikin rusuh dan merusak nama baik kelompok, tentunya, gara-gara tingkahnya yang tidak memenuhi standar keheroan.



Gerundelan lainnya adalah keterbatasan ruang gerak Deadpool di dunia Marvel. Gara-gara hak cipta, Deadpool saat ini hanya bisa bergerak di universe X-Men (itu pun terbatas, karena sepertinya dia tidak bakal numpang lewat di X-Men Apocalypse). Deadpool lebih hilarious apabila dipasangkan dengan para hero lainnya, termasuk hero yang ada di Marvel Cinematic Universe, seperti Avengers (terutama Spidey dan Wolvie), Daredevil, Luke Cage, Iron Fist, dan lain-lain. Simply, karena keberadaannya mengganggu ketenangan lahir batin semua orang yang berinteraksi dengannya :))

Yah, boleh kan berharap kalau suatu hari nanti crossover Marvel pada media film bisa dibuat sesukanya sebagaimana pada media komik, tanpa peduli hak cipta filmnya dipegang siapa. Seperti Spidey, yang hak ciptanya masih dipegang Sony, bisa muncul di film Captain America: Civil War, misalnya.

Yang jelas, mungkin terlalu jauh kalau kita berharap bisa melihat Deadpool di-crossover dengan karakter DC, seperti Batman...












Sunday, February 7, 2016

Giveaway Winners Announcement

Posting kali ini singkat saja.

Sesuai janji pada posting giveaway tanggal 18 Januari 2016 kemarin, sudah tiba saatnya untuk mengundi dan mengumumkan pemenang GA untuk buku Eiji Yoshikawa dan Patrick O'Brian.

Pertama-tama, dengan ini kuucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah menyampaikan minat untuk mengadopsi buku-bukuku dalam giveaway ini.

Kedua, bagi para pemenang yang tercantum di bawah ini kuucapkan:


Selanjutnya, dari 25 orang partisipan, telah diundi secara random...



Untuk pemenang pertama GA, yang berhak mendapatkan satu set buku di bawah ini adalah:

Nur Aulia Afina
nurauliafina@gmail.com

Dan untuk pemenang kedua, yang berhak mendapatkan buku di bawah ini adalah:

Chori
chorina.ginting@gmail.com

Aku akan mengemail para pemenangnya, dan harap dibalas dalam 3x24 jam, atau aku akan memilih pemenang lainnya :))

N.B.
Berikutnya, mengingat perlunya weeding programme rutin untuk koleksi perpustakaan pribadi dengan kapasitas lemari yang terbatas, salah satu cara yang akan kugunakan untuk menyalurkan hasil WP adalah mencari adopter melalui giveaway seperti ini Buat yang berminat menjadi adopter, stay tuned, ya...

Tuesday, February 2, 2016

The Book of Heroic Failures

Judul : The Book of Heroic Failures

Subjudul ; The Official Handbook of the Not Terribly Good Club of Great Britain

Penulis : Stephen Pile

Penerbit : Futura Publications, 1980

ISBN : 0-7088-1908-7

Tebal : 216 halaman

Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza, 30 Januari 2016

Harga beli : Rp. 30.000,-

Dibaca tanggal : 2 Februari 2016

Review suka-suka :

Dari penampakannya, buku dengan kertas yang sudah menguning ini sudah jelas kelihatan jadulnya. Tapi aku kalo beli buku memang random sih, asal bisa menimbulkan perasaan "sepertinya menarik" bisa jadi langsung kucomot dan masuk keranjang belanja. Buku yang usianya ternyata sudah 36 tahun ini menjadi saksi dan bukti.

Seperti yang terpampang dengan huruf besar-besar di cover depan, buku ini merupakan kumpulan kisah kegagalan epik, atau anggap saja masih epik, karena setelah lewat 36 tahun, pasti sudah banyak kegagalan yang lebih spektakuler ketimbang yang tercantum dalam buku ini. Salut buat penulisnya yang rajin mengumpulkan kisah-kisah ini dari seluruh dunia di zaman belum ada internet. Kalau sekarang sih, untuk tahu cerita-cerita macam begini (lengkap dengan foto dan video segala malah), kita bisa main ke situs semacam Fail Blog.

Untuk memudahkan pembaca, buku ini dibagi menjadi beberapa topik, dari dunia kerja, di luar kerja, hukum, olahraga, panggung, perang, politik, sampai cinta dan pernikahan. Judul cerita rata-rata diawali dengan The Worst, The Most Unsuccessful, atau The Least Successful. Kalaupun diawali dengan The Best, diikuti dengan kata Mistakes.

Misalnya saja The Least Successful Weather Report:
After severe flooding in Jeddah in January 1979, the Arab News gave the following bulletin:
'We regret we are unable to give you the weather. We rely on weather reports from the airports, which is closed because of the weather. Whether we are able to give you the weather tomorrow depends on the weather.'

Atau contoh lainnya The Most Unsuccessful Clairvoyants:
A convention of clairvoyants was held in April 1978 at the Sheraton Hotel in Paris. Readers of palms and tea-cups, tellers of Tarot and gazers into crystal balls turned up in large numbers.
On the last day an English reporter asked if there would be another conference next year. One of the clairvoyants replied: 'We don't know yet'.

Atau kisah yang sebenarnya bikin sedih seorang kolektor buku sepertiku, The Least Successful Collector :
Betsy Baker played a central role in the history of collecting. She was employed as a servant in the house of John Warburton (1682 - 1759) who has amassed a fine collection of the 58 first edition plays, including most of the works of Shakespeare.One day Warburton returned home to find 55 of them charred beyond legibility. Betsy had either burned them or used them as pie bottoms. The remaining three folios are now in the British Museum.The only comparable literary figure was the maid who in 1835 burned the manuscript of the first volume of Thomas Carlyle's ' The History of the French Revolution', thinking it was wastepaper.

Well. seperti kata Robert Louis Stevenson, "Our business in life is not to succeed, but to continue to fail in good spirits."

P.S. Buku ini dilengkapi formulir pendaftaran untuk NTGCGB, Not Terribly Good Club of Great Britain, klub yang dibentuk oleh Stephen Pile. Untuk menjadi anggotanya, kita harus benar-benar tidak jago atau tidak sukses dalam suatu hal, lebih parah lebih bagus. Seperti di AA, anggota harus menceritakan kegagalan-kegagalan epik yang pernah dialami, sehingga pantas diakui sebagai anggota.

Monday, February 1, 2016

Politically Correct Bedtime Stories

Judul : Politically Correct Bedtime Stories

Penulis : James Finn Garner

Edisi : Hardcover, 1994

Penerbit : Souvenir Press

Tebal : 79 halaman (Hardcover)

ISBN : 0-285 -63223-X

Dibeli di : Lottemart Ratu Plaza

Harga : Rp. 45.000,-

Dibeli tanggal : 30 Januari 2016

Dibaca tanggal : 31 Januari 2016

Catatan : Program BUBU

Review suka-suka :

Aku pernah membeli dan membaca buku ini pada bulan Mei 2011 (iya, sekarang bukunya sudah raib entah ke mana), tepatnya versi terbitan GPU tahun 1996, dengan judul terjemahan Kumpulan Dongeng Plesetan Bagi Segala Aktivis.

Entah aktivis mana yang dimaksud sang penterjemah. Sebagai seorang aktivis di bidang baca-membaca, terus terang aku merasa buku ini mungkin saja memang ditujukan untukku. Mungkin saja, lho.

Buku ini merupakan satir / parodi dari beberapa dongeng yang rasanya cukup akrab bagi kita. Konon buku ini pernah ditolak oleh 27 penerbit, sebelum akhirnya diterbitkan oleh Macmillan dan menjadi bestseller internasional dan terjual jutaan eksemplar.

Seperti apa model plesetan/satir/parodi kumpulan dongeng ini?

Pertama, dongengnya menjadi rada masuk akal, realistis, pragmatis, dan... terkadang feminis.

Contohnya bisa ditengok pada adegan Si Tudung Merah waktu ketemu Serigala Jahat di bawah ini:

The wolf said, 'You know, my dear, it isn't safe for a little girl to walk through these woods alone.'

Red Riding Hood said, 'I found your sexist remark offensive in the extreme, but I will ignore it because of your traditional status as an outcast from society, the stress of which has caused you to develop your own, entirely valid, worldview. Now, if you'll excuse me, I must be on my way.'

Atau pada cerita Rumpelstiltskin, bagaimana realistisnya cara Esmeralda mengubah jerami menjadi emas:

To turn the straw into gold, they took it to a nearby farmers' cooperative, where it was used to thatch an old roof. With a drier home, the farmers became healthier and more productive, and they brought forth a record harvest of wheat for local consumption. The children of the kingdom grew strong and tall, went to a cooperative school, and gradually turned the kingdom into a model democracy with no economic or sexual injustice and low infant mortality rates. As new investments money poured in from all over the world, the farmers remembered Esmeralds's generous gift of straw and rewarded her with numerous chests of gold.

Oke, mengubah jerami menjadi emas itu... lama banget. Itu juga kalau para petaninya ingat jasa Esmeralda sih.

Cara bercerita James Finn Garner juga terlalu jujur (atau sarkastis sih sebenarnya?) menggambarkan tipikal seorang pria (baca: pangeran) bila melihat wanita cantik, which is judging a book by its cover, seperti ini:

When the prince saw Rapunzel, her greater-than-average physical attractiveness and her long, luxurious hair led him to think, in a typically lookist way, that her personality would also be beautiful. (This is not to imply that all princes judge people solely by their appearance, nor to deny this particular prince his right to make such assumptions.)

Jalan cerita di kumpulan dongeng ini hampir semuanya nyeleneh habis dengan ending yang bisa jadi jauuuuh banget dari ending dongeng yang pernah kita tahu.

Gaya berbusana sang emperor yang *ahem* hemat bahan bisa menjadi trend gaya hidup baru. Cinderella bukan hanya membuat sang pangeran kesengsem, tapi juga semua pria di pesta dansa (dan sama sekali tak ada yang mau mengalah) sehingga pesta dansa menjadi battle royale brutal tanpa ada pemenangnya. Dan bagaimana nasib Frog Prince kalau ia ternyata bukan seorang pangeran melainkan hanya seorang pengembang real-estat yang dikutuk tukang sihir yang merasa dicurangi?

The Last Verdict :