Monday, October 3, 2016

The Polysyllabic Spree

Judul : The Polysyllabic Spree

Penulis : Nick Hornby

Penerbit : Believer Books

Edisi : Paperback, 

Tebal : 143 halaman

Dibeli di : Indonesia International Book Fair 2016

Dibeli tanggal : 2 Oktober 2016

Harga beli : Rp. 150.000,-

Dibaca tanggal : 2 Oktober 2016

Sinopsis :
The Polysyllabic Spree is the first title in the Believer Book series, which collects essays by and interviews with some of our favorite authors—George Saunders, Zadie Smith, Michel Houellebecq, Janet Malcolm, Jim Shepard, and Haruki Murakami, to name a few. In his monthly column "Stuff I've Been Reading", Nick Hornby lists the books he's purchased and the books he's read that month - they almost never overlap - and briefly discusses the books he's actually read. The Polysyllabic Spree includes selected passages from the novels, biographies, collections of poetry, and comics discussed in the column.

Review :
Selain nama penulisnya (yang sebagian besar karyanya sudah kubaca dan kusukai), yang membuatku langsung mencomot buku ini di lapak buku bekas di IIBF tahun ini adalah tagline-nya:

A hilarious and true account of one man's struggle with the monthly tide of the books he's bought and the books he's been meaning to read.

Jadi, ini review buku tentang kumpulan review buku yang ditulis Nick Hornby pada kolomnya di majalah bulanan Believer.

Pada awal setiap esainya, Hornby membagi daftar bacaannya dalam dua kolom: buku yang dibeli dan buku yang dibaca (dan sekalian direview secara singkat) pada bulan tersebut. Dan tentu saja, tidak semua buku yang dibelinya lantas dibaca pada bulan yang sama (hah, story of my life!).

Hornby menetapkan beberapa aturan dasar bagi pembaca di bab pertama buku ini. Aturan pertama:

I don't want anyone writing in to point out that I spend too much money on books, many  of which I will never read. I know that already. I certainly intend to read all of them, more or less. My intentions are good. Anyway, it's my money. And I'll bet you do it too.

Huahaha, nonjok banget! Don't we all?

Review Hornby dari buku-buku yang sempat dibacanya tiap bulan bukanlah review yang klinis, boleh dibilang cukup pribadi bahkan curcol. Kita jadi tahu kalau Hornby jadi suka memperhatikan orang-orang tak dikenal yang sedang membaca buku waktu liburan (siapa tahu ada yang sedang membaca novel yang dikarangnya). Dan kita juga jadi tahu kalau Hornby ternyata saudara ipar dari Robert Harris (pengarang Conspirata, Imperium, Pompeii), dan bagaimana ia harus meluangkan waktu khusus untuk membaca (baca: meninggalkan bacaan lain) apabila sang ipar memberikan buku terbarunya. Dan sama dengan kita, sebuah buku yang dibaca Hornby bisa membuatnya membaca buku lain yang berkaitan, bahkan buku-buku dari pengarang sang sama dalam waktu yang berdekatan! Dan, mungkin sama dengan kita, Hornby berkontemplasi tentang fenomena bagaimana kita bisa lupa tentang isi buku-buku yang pernah kita baca.

Dari kolom daftar buku, kita juga bisa melihat bahwa daftar buku yang dibeli Hornby setiap bulan seringkali lebih panjang daripada buku yang dibacanya. Jadi, supaya imbang, kadang Hornby berbuat curang (yang diakuinya dengan bangga) dengan membaca banyak buku-buku yang tipis supaya daftar buku yang dibaca lebih panjang ketimbang yang dibeli! Walah, itu mah trik yang kupakai kalau lagi keteteran di reading challenge! Dem, kok malah bangga ya?

Gara-gara baca buku ini, aku jadi ingin membaca beberapa buku yang dibahasnya, termasuk So Many Books karya Gabriel Zaid, yang mengangkat pertanyaan universal para pembaca buku: Why bloody bother? Why bother reading the bastards, and why bother writing them? Menurut Zaid, perlu waktu lima belas tahun hanya untuk membaca judul dan nama penulis dari semua buku yang pernah diterbitkan (plus delapan tahun lagi kalau mau ditambah nama penerbitnya). Hornby sampai mengutip paragraf kedua buku Zaid yang dianggapnya sangat spesial: "The truly cultured are capable of owning thousands of unread books without losing their composure of their desire for more."

That's me! And you, probably! That's us! 
All the books we own, both read and unread, are the fullest expression of self we have at our disposal. With each passing year, and with each whimsical purchase, our libraries become more and more able to articulate who we are, whether we read the books or not.

Well, buku ini kubeli dan kubaca pada hari yang sama. That's a rare thing these days.

Sunday, October 2, 2016

Salvation of a Saint

Judul : Salvation of a Saint (Detective Galileo, #5)

Penulis : Keigo Higashino

Penerbit : Minotaur Books, 2014

Edisi : Paperback, 336 halaman

Dibeli di ; Periplus.com

Dibeli tanggal : 28 Agustus 2016

Harga beli : Rp. 197.200,- (diskon ultah 15%)

Diterima tanggal : 17 September 2016

Dibaca tanggal : 24 September 2016

Sinopsis:
In 2011, The Devotion of Suspect X was a hit with critics and readers alike. The first major English language publication from the most popular bestselling writer in Japan, it was acclaimed as “stunning,” “brilliant,” and “ingenious.” Now physics professor Manabu Yukawa—Detective Galileo—returns in a new case of impossible murder, where instincts clash with facts and theory with reality.

Yoshitaka, who was about to leave his marriage and his wife, is poisoned by arsenic-laced coffee and dies. His wife, Ayane, is the logical suspect—except that she was hundreds of miles away when he was murdered. The lead detective, Tokyo Police Detective Kusanagi, is immediately smitten with her and refuses to believe that she could have had anything to do with the crime. His assistant, Kaoru Utsumi, however, is convinced Ayane is guilty. While Utsumi’s instincts tell her one thing, the facts of the case are another matter. So she does what her boss has done for years when stymied—she calls upon Professor Manabu Yukawa.

But even the brilliant mind of Dr. Yukawa has trouble with this one, and he must somehow find a way to solve an impossible murder and capture a very real, very deadly murderer. Salvation for a Saint is Keigo Higashino at his mind-bending best, pitting emotion against fact in a beautifully plotted crime novel filled with twists and reverses that will astonish and surprise even the most attentive and jaded of readers.


Verdict :



Review singkat :

Ini novel Keigo Higashino ketiga yang kubaca, dan... lagi-lagi sang pelaku pembunuhan sudah dapat kita ketahui di bab awal, termasuk motivasinya! Yang harus dipecahkan bukanlah who dan why, tapi how. Pihak kepolisian maupun Detektif Galileo dibuat pusing, karena alibi sang tersangka utama yang sangat kuat dan tidak bisa dipatahkan. Pada saat korban tewas keracunan kopi yang mengandung arsenik, ia berada ratusan mil dari TKP, dan praktis tidak melakukan apapun yang mencurigakan sebelum pergi. It's a perfect crime!

Belum lagi, di sini Detektif Kusanagi terpesona (kalau bukan jatuh cinta) pada si tersangka utama, sehingga Detektif Utsumi pun diam-diam meminta bantuan pada Profesor Yukawa untuk memecahkan kejahatan sempurna itu. Dan justru karena kondisi Kusanagi yang tidak biasa itulah, Yukawa yang sebenarnya ogah-ogahan membantu pun mau ikut campur.

Trik pembunuhannya ternyata benar-benar di luar dugaan, dan menunjukkan perencanaan dan kesabaran yang luar biasa dari sang pelaku, di mana triknya justru berhasil karena ia tidak melakukan apa-apa sama sekali menjelang kematian korban!

Higashino-sensei kembali membuat twist yang sukar ditebak pembaca. Well done, Sir!