Monday, January 30, 2017

Miniatures: The Very Short Fiction of John Scalzi

Judul : Miniatures: The Very Short Fiction of John Scalzi

Penulis : John Scalzi

Penerbit : Subterranean Press

Tebal : 142 halaman

Dibaca tanggal : 26 - 27 Januari 2017

Verdict :






Review :
FYI, aku menjadi penggemar karya-karya John Scalzi sejak pertama kali berkenalan dengan novel pertamanya: Old Man's War, dan setelah mengetahui bahwa Scalzi memiliki situs blog pribadi yaitu whatever.scalzi.com, aku juga menjadi pembaca/pengikut setia blognya. Alasannya banyak. Selain gaya bertuturnya yang enak dibaca, selera humor Scalzi juga rupanya pas dan cocok dengan seleraku. Alhasil aku bukan hanya memburu karya-karya fiksinya, melainkan juga berusaha mencari karya-karya nonfiksinya.

Buku kumpulan cerpen ini merupakan salah satu karya teranyarnya yang terbit di akhir tahun 2016. Menilik daftar isinya, sebenarnya sebagian dari cerpen yang ada sudah pernah kubaca di blognya, khususnya di seksi The Scalzi Creative Sampler.

Menurut pengakuan Scalzi, ia hanya punya dua kecepatan alami dalam menulis cerita fiksi: novel (lebih dari 40.000 kata dan biasanya mendekati 100.000 kata), dan cerpen yang sangat pendek, sekitar 2.000 kata. Sebagai mantan penulis review film dan kolom opini di suratkabar, ia terbiasa dibatasi oleh jumlah kata, yang rata-rata 800 kata atau kurang. Dan di buku ini, yang terdiri atas 18 cerita, panjangnya berkisar antara 427 - 2.296 kata, dengan rata-rata 1.310 kata. Semuanya singkat, padat, to the point. Dan tentu saja, hilarous! Buat yang sreg dengan gaya bercerita Scalzi, reaksi saat membaca cerpen ini bisa berada di antara senyum simpul, terkikik, sampai terpingkal-pingkal.

If drama is a marathon, humor is a sprint.
Get in, make 'em laugh. Get out.
--- John Scalzi

Seperti apakah gambaran singkat cerita-cerita buku ini? Well, sebagian besar karya Scalzi termasuk genre Science Fiction, jadi setting di kumcer kebanyakan berada di dunia di mana interaksi manusia bumi dan alien dari planet lain sudah amat sangat lumrah adanya, Absurd? Itu mah sudah pasti!

Tema dan premisnya gado-gado, antara lain seperti ini:
- Hasil wawancara penulis Sol System Weekly Report dengan sembarang orang yang ditemui di jalan tentang kejadian menarik yang mereka alami berkaitan dengan spesies hewan alien.
- Hasil searching sejarah alternatif di mesin yang bisa mengakses alur waktu alternatif. Untuk keyword THE DEATH OF ADOLF HITLER pada tanggal 13 Agustus 1908 di Wina, ada 8 skenario alternatif, dengan penyebab kematian yang berbeda-beda, dan sejarah alternatif yang berbeda-beda pula. Semuanya diakhiri dengan siapa manusia (atau nonmanusia) yang pertama kali mendarat di bulan (e.g. Vladimir Putin manusia pertama mendarat di bulan, 1988).
- Hasil wawancara ekslusif dengan Pluto, tak lama setelah statusnya di tata surya didemosi dari planet menjadi planet kerdil,
- Transkip tanya jawab dengan Denise Jones, superbooker (baca: agen/calo resmi superhero) dan transkrip tanya jawab dengan Albert Vernon, analis super villain.
- Bagaimana jika yogurt memiliki intelejensi dan mengambil alih tatanan dunia.
- Surat Edaran dari VP Humas bagi karyawan FoodMaster Supermarkets dalam berinteraksi dengan pelanggan alien Manxtse dari planet Cz'Dhe.
- Hasil wawancara dengan Brandon Smith, yang mengajukan class action suit kepada Space Fleet of the Universal Union atas nama kru armada pesawat antariksanya, karena pelanggaran atas regulasi keselamatan kerja. Cerita ini merupakan bahan promosi novel Redshirts, yang biasanya dibacakan oleh Scalzi dan teman/penonton, pada setiap lokasi tur.
- Keluh kesah smart appliances (dari penyegar ruangan, sistem keamanan rumah, kepala shower, kulkas, dll) tentang majikan manusia mereka, seandainya mereka bukan cuma pintar dan punya artificial intelligence, tapi juga perasaan.
- dll.

Duh. Ini seharusnya review, ya, bukannya daftar ringkasan cerita. Lagipula, meskipun bisa memberi sedikit gambaran tentang premis temanya, tetap saja yang namanya ringkasan tidak ada apa-apanya ketimbang cerita aslinya. Saranku, mending langsung baca bukunya saja sekalian. Beneran deh. Serius. Very recommended buat siapapun yang butuh hiburan segar!


Tema : Science Fiction











Thursday, January 26, 2017

Arcanum Unbounded: The Cosmere Collection

Judul : Arcanum Unbounded: The Cosmere Collection

Penulis : Brandon Sanderson

Penerbit : Gollancz

Tebal : Hardcover, 672 halaman

Dibeli di : Periplus.com

Harga beli : Rp. 271.000,- (10% off)

Dipesan tanggal : 13 Desember 2016

Diterima tanggal : 5 Januari 2017

Dibaca tanggal : 22 - 25 Januari 2017

Review:
Pada waktu pertama kali menerima paket buku ini, aku sama sekali tidak yakin bakal membacanya dalam waktu dekat. Mengapa? Untuk buku karya Brandon Sanderson, masih ada 3 jilid buku cetak lainnya yang sampai sekarang masih terlantar, dan dua di antaranya adalah serial Stormlight Archive, yang kalau dilihat dari tebalnya saja sudah bikin malas baca duluan. Dari penampakan dan dimensinya, buku ini juga boleh dibilang tebal.

Namun demikian, saat persediaan buku di kamar kosan menipis, akhirnya dari 4 buku Brandon Sanderson yang tersedia, buku ini kupilih duluan. Alasannya sederhana, buku ini kumpulan cerpen dan novella, jadi membacanya bisa dicicil per cerita, dan kalaupun ditinggal tidur atau kerja tak ada cerita menggantung yang dapat merongrong kesehatan jiwa. Cerita yang ada dalam buku ini juga tidak semuanya benar-benar baru, karena (selain cerpen-cerpen Sanderson yang belum pernah diterbitkan) masih berkaitan dengan buku-buku lain yang pernah kubaca sebelumnya, seperti Elantris dan serial Mistborn, misalnya.

Lalu, mengapa buku ini disebut Cosmere Collection?

Begini, bukan cuma Kevin Feige saja yang ingin semua cerita dan karakter dalam Marvel Cinematic Universe (yang masing-masing bisa dinikmati secara terpisah) sebenarnya terhubung atau berada dalam satu universe yang sama, meskipun di galaksi atau dimensi yang berbeda. Kadang-kadang ada penulis buku yang punya obsesi yang sama. Stephen King adalah salah satunya. Kalau kita teliti membaca novel-novel dan cerpennya, banyak yang berkaitan satu sama lain, terutama serial Dark Tower yang suka nyelip dan bertebaran di mana-mana.

Brandon Sanderson melakukannya dengan cara yang berbeda. Pertama, ia membangun universe yang disebutnya Cosmere, dan di universe itulah terdapat beragam tata surya, lalu di masing-masing tata surya itu terdapat planet yang ia jadikan setting ceritanya.

Ada enam tata surya yang tercantum di buku ini, yaitu:
- The Selish System (setting serial Elantris)
- The Scadrian System (setting serial Mistborn)
- The Taldain System
- The Threnodite System
- The Drominad System
- The Rosharan System (setting serial Stormlight Archive)

Konon suatu saat nanti, Sanderson berencana membuat cerita yang akan membuktikan bahwa para karakternya berada di universe yang sama. Kita tunggu saja bagaimana perkembangannya. Mungkin saja teknologi manusia di salah satu tata surya tersebut sudah begitu canggihnya sehingga nanti ada karakter yang bisa melakukan perjalanan antar sistem dengan pesawat antariksa layaknya Star Trek. Atau jalan-jalan antar sistemnya cukup dengan dengan kesaktian supranatural yang bisa membuka portal multiguna. Apa saja bisa kok, terserah pengarangnya. Toh, di serial Mistborn saja ada tokoh yang begitu sakti mandraguna sehingga dapat menggeser orbit planet mendekati atau menjauhi matahari!

Kalau dipikir-pikir lagi sepertinya serial Alcatraz dan Reckoners yang sama-sama bersetting di bumi (tapi di dimensi yang berbeda?) mungkin tidak ada kaitannya, kecuali kalau Sanderson memaksa bahwa tata surya kita juga merupakan bagian dari Cosmere-nya.

Nah, dari sekian banyak cerita yang ada di buku ini, hampir semuanya menarik dan asyik dibaca (dan ada yang dibuat dengan versi komiknya!). Tapi tentu saja, saat ini yang paling kusukai adalah cerita-cerita dari bab The Scadrian System. Bukan apa-apa, saat ini serial Mistborn masih yang paling favorit dari seluruh karya Sanderson yang sudah kubaca. Apalagi, dua dari empat cerita yang berasal dari Scadrian dilakoni oleh karakter favoritku, Kelsier, dengan setting yang berbeda. Ehm, peringatan buat yang belum selesai membaca trilogi Mistborn maupun kelanjutannya karena... SPOILERS! Terutama dari cerita Mistborn: Secret History. Kalau bisa, jangan membaca novella ini dulu sebelum selesai membaca serial utamanya.

Cerita favorit keduaku adalah cerita dari Rosharan System. Nah, konon cerita berjudul Edgedancer ini juga mengandung spoiler untuk buku Words of Radiance, buku kedua dari serial Stormlight Archive. Well, meskipun aku sudah punya 2 jilid serial ini, buku pertamanya saja, The Way of Kings aku baru sempat membaca bab-bab awal, jadi jelas aku belum mudeng dengan dunianya, dan jelas aku belum tahu apa yang menjadi spoilernya. Tapi terus terang, meskipun cerita ini boleh dibilang cuma sempilan dari dunia yang jauh lebih besar dan kompleks, jalan cerita Edgedancer sangat mudah dan enak diikuti, dan karakter utamanya, Lift serta partnernya, Wyndle, juga sangat hidup dan utuh. Cerita ini jatuhnya ke genre action comedy gara-gara witty banter karakter utamanya yang koplak.

Hm... mungkin sudah saatnya aku mulai membaca serial Stormlight Archive? Siapa tahu nanti aku bisa bertemu Lift dan Wyndle lagi, seminor apapun mereka di serial utama itu nanti. Dan siapa tahu, serial ini nanti malah bisa menggantikan kedudukan serial Mistborn sebagai serial Sanderson favoritku?

Ulasan singkat ini dibuat dalam rangka mengikuti :
Kategori: Brick Books




Wednesday, January 25, 2017

The Rest of Us Just Live Here

Judul : The Rest of Us Just Live Here
            (Yang Biasa-Biasa Saja)

Penulis : Patrick Ness

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 288 halaman

Dibeli di : Gramedia.com

Harga beli : Rp. 47.600,- (30% off)

Tanggal dipesan : 12 Januari 2017

Tanggal diterima : 15 Januari 2017

Tanggal dibaca : 19 - 21 Januari 2017

Sinopsis :
Bagaimana kalau kamu bukan termasuk kelompok anak super? Anak-anak indie yang bertempur melawan zombi, hantu pelahap jiwa, atau bencana bercahaya yang mendatangkan maut?

Bagaimana kalau kamu seperti Mikey? Cuma ingin lulus, datang ke prom, dan mungkin akhirnya punya cukup nyali untuk mengajak Henna kencan sebelum SMA mereka diledakkan. Lagi. Karena kadang ada masalah yang lebih besar daripada pertempuran sampai mati, dan kadang kita harus menemukan hal-hal luar biasa dalam kehidupan yang biasa-biasa saja.


Review :
Pernah menonton serial teve Buffy the Vampire Slayer di season-season awal, sewaktu dia dan scooby gang-nya masih duduk di bangku SMA?


Lihat foto Buffy dan Willow di atas, lalu lihat para figuran yang wara-wiri di belakang mereka. Nah, novel ini dituturkan dari sudut pandang para figuran itu. Karakter yang mengenal remaja-remaja super bin ajaib karena mereka teman sekolah bahkan teman sekelas, namun tidak kenal dekat. Karakter yang mengetahui secara samar-samar bahwa mungkin teman-teman mereka yang aneh itu sedang berurusan dengan masalah gaib yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Karakter yang sering menjadi objek pelengkap penderita yang selalu berusaha berlari menyelamatkan diri dari musibah yang entah bagaimana selalu terjadi di lingkungan sekolah ataupun rumah...

Alias karakter YANG BIASA-BIASA SAJA.

Cerita utama novel ini berupa cerita standar anak sekolah menengah atas biasa. Tokoh utamanya, Mikey, punya kakak dan adik perempuan, dengan ayah yang alkoholik dan ibu yang berambisi menjadi politikus lokal. Ia hanya ingin mengakhiri masa SMA dengan lancar, segera meninggalkan rumah yang suasananya kurang kondusif, sambil tetap mengkhawatirkan si adik kecil yang masih harus tinggal bersama orangtua yang boleh dibilang bukan orang tua ideal. Selain itu, diceritakan pula hubungannya dengan sahabat karibnya, yang punya garis keturunan luar biasa dan orientasi seksual yang berbeda. Tak lupa pula cerita klise tentang cerita cinta, dengan si dia...

Tiada masa paling indah, masa-sama di sekolah... 
Tiada kisah paling indah, kisah kasih di sekolah...

Tentu saja hal ini bukan berarti cerita tentang anak-anak berkekuatan aneh tidak ada sama sekali. Di setiap awal bab, kita mendapat satu paragraf tentang mereka yang disebut anak-anak indie (mungkin singkatan dari indigo?). Kalau kita tidak membaca kisah utama, hanya membaca paragraf pertama dari setiap bab tersebut, kita bakal mendapat cerita pendek tentang petualangan anak-anak indie melawan makhluk dari dimensi lain yang berencana mengambil alih dimensi yang kita diami ini. Yap, seperti cerita standar episode serial teve Buffy the Vampire Slayer! Bahkan, anak-anak indie ini juga melakukan riset diam-diam di perpustakaan sekolah. Sayang, kurang lengkap dengan tidak adanya tokoh pembimbing dewasa yang berprofesi ganda sebagai pustakawan ala Giles di sana.

Episode singkat petualangan anak-anak indie ini berkelindan dengan kehidupan "normal" anak-anak biasa. Dan seperti pakem standar cerita model begini, ada saja masalah dan musibah yang mengganggu suasana. Konser band yang meledak-ledak secara harfiah? Checked. Rekahan dimensi lain yang terbuka di basemen sekolah sementara di atasnya anak-anak sekolah sedang berpesta prom? Checked. Sekolah yang meledak saat wisuda sedang berlangsung? Duh. Ini mungkin adegan yang wajib ada. Checked.

Anyway, cara Patrick Ness menjalin cerita utama dengan kisah supranatural membuat kita bisa membaca dengan lancar tanpa perlu membolak-balik halaman untuk memahami dua cerita yang berjalan secara paralel. Memang, bagaimanapun klisenya sebuah (atau dua buah) cerita, hasil akhirnya tergantung bagaimana ramuan dan racikan dari penulisnya.

Kesimpulan:
Bagiku yang tidak begitu suka membaca genre YA, buku ini lumayan asyik untuk dibaca, minimal bisa membuatku jadi bernostalgia dan membuat kepingin menonton ulang BtVS. Beberapa tahun silam, ada masanya aku melakukan binge-watching tujuh season BtVS berulang kali. Terutama episode yang ada karakter Spike-nya...

Ulasan singkat novel ini kubuat dalam rangka mengikuti:
Kategori: Young Adult Literature

Monday, January 23, 2017

Drupadi: Perempuan Poliandris

Judul : Drupadi: Perempuan Poliandris

Penulis : Seno Gumira Ajidarma

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 152 halaman

Dibeli di : Gramedia.com

Harga beli : Rp. 19.500,- (Harbolnas 70% off)

Dipesan tanggal : 12 Desember 2016

Diterima tanggal : 11 Januari 2017

Dibaca tanggal : 18 Januari 2017

Sinopsis :
“Maka hidup di dunia bukan hanya soal kita 
menjadi baik atau menjadi buruk,
tapi soal bagaimana kita bersikap kepada 
kebaikan dan keburukan itu.”
************
Dewi Drupadi tidak menyukai suratan. Kehidupan manusia tidak ada artinya tanpa perjuangan. Jika segalanya telah menjadi suratan, apakah yang masih menarik dalam hidup yang berkepanjangan? Apakah usaha manusia tidak ada artinya? Apakah semuanya memang sudah ditentukan oleh dewa-dewa? Seperti ia yang menjadi istri dari lima ksatria Pandawa?

Drupadi, Perempuan Poliandris, adalah novel terbaru karya Seno Gumira Ajidarma yang berkisah tentang cinta, dendam, hak seorang perempuan, dan kesetiaan menjalani peran dalam kehidupan.


Review :
Ada keuntungan dan kerugian tersendiri menjadi seorang perempuan yang dilahirkan sebagai seorang putri kerajaan. Tapi bukan sisi keuntungannya yang akan kubahas di sini, terutama bila objek pembahasannya adalah putri kerajaan Pancala, Drupadi.

Terlepas dari alasannya (yang bisa berkisar dari penaklukkan naga, penyembuhan wabah penyakit yang melanda seluruh negeri, atau hanya mencari calon menantu idaman), dalam sebuah dongeng atau lakon sudah biasa apabila seorang putri kerajaan dijadikan hadiah sayembara bagi siapapun yang sanggup memenuhi persyaratan. Duh, itu kan gambling banget! Masih mending kalau si pemenang sayembara masih muda, gagah dan ganteng, atau minimal memenuhi persyaratan pribadi sang putri. Kalau sebaliknya? Tidak semua putri bisa kongkalikong dengan naga seperti ini:


Pada sayembara memperebutkan Drupadi di buku ini, pemenangnya adalah yang sanggup memanah seekor burung yang berlompat-lompatan di atas kepala seorang penari yang menari berputar-putar dengan cepat. Karena tujuan sayembara bukan sekadar mencari menantu sakti mandraguna melainkan juga menjalin persekutuan politik dengan kerajaan lain, maka peserta sayembara dipersyaratkan berkasta ksatria dengan posisi yang minimal sejajar dengan Drupadi. Kalau bukan seorang raja, setidaknya seorang pangeran.

Buat para gadis yang bermimpi menikah dengan seorang pangeran atau raja, segeralah bertobat. Mengapa? Realistis sajalah, tidak semua raja dan pangeran masuk ke golongan yang tampan-gagah-perkasa-sakti-bukan-kepalang dan sekaligus baik budi pekertinya. Mungkin ada, tapi persentase Gary Stu macam begini hanya ada dalam dongeng. Drupadi dihadapkan pada kenyataan bahwa hampir semua raja dan pangeran yang berminat menyuntingnya tidak memenuhi standar dan seleranya. Untung saja mereka gagal dalam uji kompetensi.

Lalu, bagaimana bila pemenangnya ternyata seorang Arjuna?

Drupadi boleh saja berseru, "Aku mau menikah dengannya!" di depan semua yang hadir tanpa malu-malu, tapi apakah menikah dengan seorang Pandawa akan membawa kebahagiaan? Suratan takdir tidak berpihak kepadanya.

Kisah Drupadi bukan kisah yang baru bagiku. Di masa kecil aku mengetahuinya dari komik wayang versi Jan Mintaraga dan Teguh Santosa yang menjadi sisipan majalah Ananda serta kemudian versi komik R.A. Kosasih yang kupinjam dari taman bacaan. Belakangan ini aku membaca versi novel Chitra Banerjee Divakaruni. Dibandingkan cerita komik dan novel tersebut, menurut pendapatku boleh dibilang kisah yang dituturkan secara singkat oleh SGA ini (banyak episode yang dilompati) adalah versi yang paling realistis.

Dari sisi pernikahan Drupadi, ketimbang versi saduran cerita wayang Indonesia di mana Drupadi dipersembahkan kepada dan hanya menjadi istri Yudistira atau Samiaji, nasib Drupadi di sini adalah versi India, yang sesuai subjudul novelnya, Perempuan Poliandris, menikahi kelima ksatria Pandawa. Pernikahan ganjil itu juga bukan terjadi secara kebetulan, misalnya karena Dewi Kunti tanpa tahu duduk perkaranya menyuruh hadiah sayembara kerajaan Pancala dibagi sama rata buat kelima anaknya. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat (sampai di sini kita akan sadar bahwa tidak semua keputusan musyawarah baik adanya, terutama bagi objek penderita).

Dan apa untungnya punya lima suami, bila saat sang istri dihina oleh Kurawa, kelimanya hanya bisa menonton dan tak sanggup berbuat apa-apa? Siapa suruh Yudistira mempertaruhkan semua harta benda, bahkan sampai istrinya, di meja judi?

Penghinaan atas Drupadi di novel ini juga realistis. Begitu Dursasana menyeret Drupadi ke lokasi judi, tidak ada intervensi Batara Wisnu yang melindungi kehormatan Drupadi dengan membuat pakaiannya tak ada habisnya saat dilucuti. Begitu ditelanjangi, telanjanglah. Begitu diperkosa...

... bukan cuma Duryudana atau Dursasana yang menikmati kemenangan di meja judi ini. Seluruh kakak beradik Kurawa kebagian jatah! SGA sampai mempersembahkan khusus satu halaman untuk membuat daftar urut 100 orang Kurawa yang menggilir Drupadi di atas meja judi... termasuk Dursilawati!

Karenanya, untuk versi yang satu ini, mudah dipahami betapa dalamnya dendam Drupadi kepada Dursasana, kepada Kurawa. Dan sangat wajar apabila Drupadi murka ketika Pandawa yang sempat bimbang untuk memerangi Kurawa yang nota bene sepupu mereka. Tidak ingatkah mereka pada penghinaan Kurawa selama puluhan tahun terhadap keluarga mereka, kepada istri mereka? Tidak semua orang bisa bersikap legawa, bisa memaafkan. Tidak semua orang bisa melupakan dendam hanya karena ikatan persaudaraan.

Kisah Mahabharata tidak akan dimulai apabila tidak ada dendam Gandari, yang terpaksa menjadi istri Destarata yang buta, alih-alih menjadi istri Pandu, sehingga ia berambisi agar darah dagingnya, Kurawa, dapat merebut kekuasaan dari keturunan Pandu, Pandawa. Kisah Mahabharata tidak akan lengkap apabila tidak ada dendam Drupadi, yang menginginkan Pandawa menghabisi Kurawa yang telah menghinanya.

Begitu banyak dendam dalam kisah Mahabharata, yang tak mungkin semuanya dituliskan dalam buku tipis yang berfokus pada kisah Drupadi ini. Dan lingkaran dendam itu tak akan pernah terputus, meskipun perang besar antara Pandawa dan Kurawa berakhir di padang Kurusetra.

Selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap cerita. Mengingat akhir dari kisah Drupadi, yang terpuaskan dendamnya namun terhenti langkahnya dalam perjalanan moksa... bisakah kita melupakan dendam, menghilangkan semua amarah, fitnah, dengki, yang bisa mendidihkan darah dan menghanguskan jiwa?

P.S.
Komentarku singkatku atas buku SGA yang cukup mengaduk emosi ini dibuat dalam rangka mengikuti:
Kategori: Name In A Book


Saturday, January 7, 2017

2016 Challenges Wrap Up & 2017 Challenges


Happy New Year!!!

Ini postingan pertamaku di tahun 2017, dan tanggal 7 Januari ini adalah tepat lima tahun sejak blog ini pertama kali merambah dunia maya.

Happy Blogiversary!!!

Tak terasa tahun 2016 sudah berlalu... dan kali ini, bagaimana hasil dari target-target yang kucanangkan di awal tahun 2016?

1. Goodreads Reading Challenge


Checked. 2043 buku dari target 2016 buku. Hampir tidak tercapai sih, tapi dikejar di injury time dengan banyak membaca komik Marvel. Dan kembali, target buku nonkomik tidak tercapai, hanya 900 dari 1000 buku. Oh, well... minimal ada peningkatan dari tahun sebelumnya.

2. New Authors Reading Challenge

Pencapaian proyek baca buku ala beli kucing dalam karung tahun ini menurun, hanya 178 orang penulis dari 229 penulis di tahun 2015. Kemungkinan besar karena tidak ada target angka sih, belum lagi dapat penulis barunya cuma secara kebetulan. Ada beberapa penulis yang bukunya kuponten lima bintang, tapi yang jadi favorit baru tentu saja Keigo Higashino!

3. Project Baca Buku Cetak

Tidak ada target khusus terutama dari tumpukan buku TBR kecuali mengurangi dari 3 kontener menjadi 1 kontener buku. Sepertinya target mengurangi timbunan ini tercapai, meskipun prosesnya sempat terganggu oleh belanja kalap di Big Bad Wolf. Sampai akhir 2016, tinggal 74 jilid buku cetak yang masih tercatat di rak to-read Goodreads. Not too bad lah.

4. Review Challenge

Mengulang tragedi tahun-tahun sebelumnya, lagi-lagi tantangan ini tak tercapai. Malah melorot jauh dari tahun lalu. Cuma sempat menulis 21 dari target 100 review!!! Alasan sih bisa dicari-cari, dan memang banyak faktornya, tapi terus terang usaha untuk mencapai target di sektor ini boleh dibilang tidak ada!


Oke, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang kita lihat tantangan apa saja yang bisa dilakukan di tahun 2017 ini...


1. Goodreads Reading Challenge


Idem dengan tahun-tahun sebelumnya, target jumlah buku yang dibaca sama dengan tahun berjalan, jadi 2017 buku. Target buku nonkomik 1000 buku. Wah, belum apa-apa sudah behind schedule nih!

2. New Authors Reading Challenge

Daripada tidak ada target seperti tahun lalu, mending dicanangkan saja yuk. 200 penulis baru?

3. Project Baca Buku Cetak

Carry over dari proyek tahun 2016. Minimal bisa menurunkan tumpukan buku fisik TBR dari 74 menjadi 25 sepertinya sudah cukup bagus deh!

4. BBI Read and Review Challenge 2017



Sepertinya ini proyek yang paling berat... tapi tidak ada salahnya untuk dicoba. Selama tahun 2016 aku tidak mengikuti event review BBI sama sekali. Siapa tahu berkat event BBI tahun 2017 ini target review tahunan (baca: 100 Review) bakal tercapai.

Let's get started...